PSHK kembali diminta pendapatnya mengenai sebuah rancangan undang-undang, yakni RUU tentang Perubahan atas UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (RUU MD3). Ronald Rofiandri selaku Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan PSHK diundang untuk menyampaikan masukan di depan anggota DPR dari tiga fraksi dalam pertemuan terpisah. Tiga fraksi tersebut adalah Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Hanura (Hati Nurani Rakyat), dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Pada beberapa pertemuan itu, Ronald ditemani oleh Deputi Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan PSHK, Siti Maryam Rodja.
RUU MD3 masih membutuhkan penyempurnaan. Oleh karena itu, langkah pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi kekurangannya agar bisa ditindaklanjuti. Tiga hal signifikan yang menurut PSHK masih bisa disempurnakan adalah 1) Kelemahan implementasi dan pengaturan, 2) Temuan yang kontradiktif terhadap visi perwujudan lembaga perwakilan yang representatif dan akuntabel, dan 3) Rekomendasi dan peluang perbaikan kinerja yang belum tuntas diakomodasi dalam undang-undang. Proses pengidentifikasian pun tidaklah secara acak, namun dengan memperhitungkan empat variabel, yaitu Koridor Proses, Kerangka Analisis, Constraints (Batasan Konstitusional), dan Perspektif. Dari sini, muncul dua kata kunci yang diharapkan menjadi sifat utama revisi undang-undang ini; yaitu terbatas dan fokus. Terbatas maksudnya tetap mempertahankan hal-hal positif pada UU MD3 yang lama, dan yang prospektif sebaiknya diprioritaskan untuk dibahas. Sedangkan maksud dari fokus adalah menuju ruang lingkup dan sasaran yang lebih strategis agar dapat diimplementasikan secara efektif.
PSHK juga menyampaikan beberapa catatan mengenai proses dan substansi RUU MD3. Misalnya, dalam hal proses, masukannya berupa kriteria penempatan wakil fraksi di Panitia Khusus (Pansus) RUU MD3. Salah satunya adalah agar anggota DPR yang pernah atau sedang tergabung dalam jaringan keparlemenan internasional. “Diharapkan mereka mampu menularkan ide segar dan relevan yang didapatkan selama bersosialisasi dengan anggota parlemen lain,” ujar Ronald saat audiensi dengan salah satu fraksi. Bicara soal substansi, Ronald menyimpulkan adanya sejumlah dua temuan yaitu perluasan otoritas/wilayah DPR dan anggotanya, dan pengurangan skala transparansi dan akuntabilitas. Salah satunya dengan dihilangkannya kewajiban evaluasi kinerja anggota dan pelaporan kepada publik. (AW)