PSHK mengapresiasi kebijakan dari Kemenkumham yang memberikan pedoman konsultasi publik pembentukan peraturan perundang-undangan. Hal itu tentunya akan lebih dapat membuka ruang dan menjamin partisipasi publik. Hanya saja, menurut PSHK, pengaturan konsultasi publik jangan terlalu rigid (kaku) agar dapat menampung aspirasi masyarakat lebih banyak. Ronald Rofiandri dalam audiensi bersama Kementerian Hukum dan HAM pada 19 April 2016 menegaskan perlunya mengakomodasi ide awal dari masyarakat dengan membuat mekanisme usulan yang bertahap. Dengan demikian, setiap usulan tidak langsung harus disertai persyaratan yang rumit dan berat.
Audiensi yang dihadiri oleh Ibu Min Usihen, SH, MH sebagai Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional BPHN beserta jajaran tersebut dilakukan untuk mengetahui status penyusunan dan mengetahui siapa yang bertanggung jawab untuk mengurus rancangan Permenkumham tentang Konsultasi Publik Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Ronald Rofiandri bersama Muhammad Reza Winata dari PSHK menyampaikan—salah satu—tidak adanya rentang waktu konsultasi publik dalam hal kewajiban menginformasikan hasil tanggapan dan atau masukan. Selain itu, PSHK juga menyampaikan adanya perubahan nomenklatur di peraturan perundang-undangan yang harus disesuaikan dengan rumusan di rancangan Permenkumham, seperti penyebutan Badan Legislasi Nasional. Kemudian, adanya pengaturan pada Pasal 8 yang mencoba “mendisiplinkan” tanggapan dan masukan dari masyarakat dengan memberikan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh masyarakat.
Kemenkumham memberikan tanggapan positif dalam audiensi yang diadakan di Ruang Rapat Lantai 5 gedung BPHN tersebut. BPHN akan mencoba mengkaji ulang dan menyempurnakan kembali rancangan Permenkumham. Ada tantangan yang akan dihadapi, yaitu dalam tataran implementasi. Supporting system yang ada saat ini untuk mengolah, memilah, dan menindaklanjuti usulan dalam konsultasi publik belum memadai.