Pada 29 Agustus—16 September 2016, Rizky Argama—peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia—mengikuti pelatihan hukum bidang pengendalian tembakau di Melbourne, Australia. Pelatihan itu diselenggarakan oleh McCabe Centre for Law and Cancer dan diikuti oleh 18 orang peserta yang mewakili 12 negara.
Melalui pelatihan tersebut, Gama menceritakan, peserta dibekali pengetahuan mengenai kaitan hukum dan kebijakan negara dengan isu kesehatan masyarakat. Negara-negara maju di dunia telah menggunakan hukum dan kebijakan sebagai instrumen yang efektif untuk melindungi kesehatan masyarakatnya. Sebaliknya, hal itu belum terjadi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Salah satu contoh aplikasi hukum sebagai perangkat untuk melindungi kesehatan masyarakat ialah implementasi Kerangka Hukum Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control atau FCTC) dalam hukum nasional. Konvensi yang ditujukan untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif produk tembakau itu menjadi salah satu subjek utama yang dibahas dalam pelatihan tersebut.
Topik lain yang juga dibahas adalah bagaimana negara melindungi warganya dari zat-zat pemicu penyakit tidak menular yang terkandung dalam makanan. Pemerintah Australia, sebagai contoh, tengah mendorong pengaturan mengenai pembatasan kandungan gula, garam, dan lemak dalam produk-produk makanan dan minuman. Meskipun dinilai baik dari sudut pandang kesehatan masyarakat, gagasan itu bukannya tanpa kritik. Sebagian kalangan mengkritik model kebijakan negara seperti itu terlampau jauh mencampuri ranah privat warga negara.
Gama—yang juga pengajar di STH Indonesia Jentera—menilai bahwa upaya negara-negara maju dalam melindungi kesehatan warganya harus dicontoh oleh Indonesia. Usaha itu, salah satunya, dapat dimulai apabila Pemerintah Indonesia mengaksesi FCTC dan mengaplikasikan peraturan-peraturan pro-pengendalian tembakau. Hal ini penting dimulai karena, di Indonesia saat ini, rokok sebagai produk tembakau merupakan penyebab utama tingginya angka kematian akibat penyakit jantung.
Pelatihan selama tiga minggu tersebut, menurut Gama, memberikan perspektif baru mengenai pentingnya peran negara melalui hukum dan kebijakan dalam melindungi seluruh hak dasar warga negaranya, tak terkecuali hak untuk hidup sehat.