Pada Selasa, 17 Februari 2015, Miko Susanto Ginting, peneliti PSHK, menjadi narasumber di dua stasiun televisi, yaitu Net TV dan Metro TV. Keduanya sedang meliput mengenai praperadilan calon Kapolri Komjen Budi Gunawan dan juga penetapan status tersangka terhadap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad. Wawancara dengan kedua stasiun televisi itu dilakukan di Perpustakaan Dan Lev.
Pertama, Miko menjelaskan mengenai praperadilan Budi Gunawan, yang putusannya telah diucapkan pada Senin, 16 Februari 2015, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hakim tunggal yang memimpin sidang gugatan itu, yakni Hakim Sarpin Rizadi, telah mengabulkan putusan praperadilan Budi Gunawan. Menurut Miko, putusan itu memuat penafsiran yang tidak konsisten, tidak lengkap, dan tidak utuh.. Hakim telah memutus melampaui kewenangannya, yaitu memutus materi pokok perkara dan bukan praperadilan. “Menurut kami, hakim sah saja melakukan penafsiran, tetapi harus dilandasi argumentasi yang kuat, lengkap, jelas, dan berimbang. Kami tidak melihat itu pada putusan ini,” ujar Miko.
Miko menjelaskan bahwa seharusnya KPK mengajukan upaya hukum terhadap putusan itu. KPK dapat mengajukan upaya hukum kasasi atau peninjauan kembali.
Walaupun gugatannya dikabulkan, Miko menyatakan bahwa Budi Gunawan dapat ditetapkan kembali sebagai tersangka oleh KPK. Perihal bersalah atau tidaknya Budi Gunawan belum pernah diputuskan. Praperadilan bukanlah putusan akhir, melainkan hanya membahas hal-hal yang tidak terkait pokok perkara. Hakim sebenarnya tidak memutuskan apapun, kecuali hanya mendiskualifikasikan Budi Gunawan sebagai penyelenggara negara dan aparat penegak hukum. Dalam kasus ini, Hakim Sarpin dianggap telah memutuskan pokok perkara.
“Jokowi harus turun tangan dengan cara membatalkan pencalonan Budi Gunawan dan menghentikan kriminalisasi yang terjadi terhadap KPK,” Miko berkata ketika ditanyakan mengenai bagaimana nasib KPK ke depannya. Dengan adanya kasus seperti dugaan pemalsuan dokumen oleh Abraham Samad, Miko akui bahwa adanya penurunan kepercayaan publik terhadap KPK. Salah satu jalan keluarnya adalah dengan mendorong KPK membentuk komite etik. (AW)