Pelatihan ini bukan melulu bicara materi terkait gender, tetapi juga daur belajar dalam proses fasilitasi karena bertujuan untuk belajar menjadi fasilitator dalam pelatihan gender ke depannya. Cara penyampaiannya pun menggunakan metode yang diajarkan. Peserta diajak untuk melakukan sesuatu terkait materi terlebih dahulu untuk kemudian masuk kepada fase mengungkapkan. Proses selanjutnya adalah menganalisis sebelum memberikan kesimpulan. Daur itu bisa terus berulang. Peserta pun terus berpartisipasi selama kegiatan sehingga bisa memberikan celah bagi setiap orang yang punya cara belajar berbeda-beda. Itulah metode belajar yang ditawarkan: pembebasan.
Seorang fasilitator bukan berarti mempunyai hierarki yang lebih tinggi, maksudnya ia tidak mempunyai kewajiban menjadi orang yang jauh lebih tahu daripada pesertanya. Fasilitator sebaiknya mempunyai kepercayaan kepada peserta sehingga proses belajar bisa berlangsung dua arah. Selama 4 hari, 26—29 September 2016, peserta dibagi menjadi lima kelompok. Setiap kelompok diminta untuk memandu sesi dengan topik yang berbeda-beda, pun masih berbenang merah gender. Dengan demikian, peserta merasakan langsung apa yang baru saja diterimanya dan berbagi pengalaman dengan peserta lainnya.
Pelatihan yang dilangsungkan di Hotel Harris, Sentul tersebut juga memberikan materi dasar terkait gender dan inklusi sosial. Materi yang diberikan oleh Lies Marcoes dan Faqih Abdul Kodir itu dimulai dari perbedaan antara seks dan gender, lalu dilanjutkan dengan konstruksi sosial yang melatarbelakanginya. Kemudian, mereka juga menjelaskan lima bentuk ketidakadilan, yaitu subordinasi, marginalisasi, beban ganda, kelanggengan stereotipe, dan kekerasan. Pada sela-sela penjelasan, ada juga keterangan singkat mengenai feminisme, termasuk beberapa aliran yang membedakannya.
Muncullah pertanyaan dari peserta terkait identitas seksual. Peserta lainnya dijadikan narasumber untuk menjelaskan SOGIE (Sexual Orientation, Gender Identity and Expression). Itu juga merupakan salah satu metode belajar pembebasan yang bisa digunakan; mengajak peserta menjadi narasumber. Materi dilanjutkan dengan kisi-kisi analisis gender, yaitu Women in Development (WID) dan Gender and Development (GAD). Pada penghujung acara, peserta yang berasal dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Civil Society Organization (CSO) itu berurun rembuk untuk menyusun kurikulum yang bisa digunakan ketika mereka menjadi fasilitator.