Pada tanggal 4 Desember 2016 Badan Perfilman Indonesia (BPI) membentuk mengadakan rangkaian kegiatan untuk persiapan rapat parisarna BPI di Hotel Mercure Bikini . Secara spesifik, tujuan yang ingin dicapai melalui Rapat Paripurna BPI 2017 adalah memperkuat organisasi, program, dan representasi Unsur BPI guna mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan perfilman (UU No. 33 Tahun 2009 Pasal 68). Ketika didirikan pada 2014 BPI adalah organisasi yang unik dan sama sekali baru, baik dalam bentuk, kedudukan, maupun fungsinya yang sangat terbatas. Dalam UU Nomor 33 Tahun 2009 Pasal 67 disebutkan bahwa masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan perfilman.
Peran serta masyarakat tersebut dilakukan melalaui BPI (Pasal 68 Ayat 1), yang dibentuk oleh masyarakat dan dapat difasilitasi oleh Pemerintah (Ayat 2), merupakan lembaga swasta dan bersifat mandiri (Ayat 3), dan dikukuhkan oleh Presiden (Ayat 5).
Keunikan dan keterbatasan itu menyulitkan penyusunan AD-ART yang menjadi dasar pembentukan BPI dan pemilihan pengurus pertama masa kerja 2014-2017. Dalam perjalanan awal selama hampir tiga tahun mulai disadari beberapa kelemahan yang menyebabkan BPI kesulitan memperoleh dukungan pembiayaan, tidak berfungsi maksimal, dan terpisah dari unsur-unsur perfilman yang membentuknya. Tiga hal penting yang melemahkan legitimasi BPI di hadapan pemerintah, pelaku perfilman, dan masyarakat luas.
Untuk memperkuat peran dan eksistensi BPI di masa mendatang, praktis sebagian besar kententuan dalam AD-ART perlu dikaji ulang. Bagian yang melemahkan harus dihapus atau diperkuat, sementara aturan atau arahan baru yang bisa memajukan mesti dimasukkan.
Peran PSHK yang diwakili oleh Gita Putri Damayana dalam kelompok ini diharapkan dapat menghasilkan draft perubahan AD- ART yang bisa mengantar BPI menjadi organisasi yang lebih kuat, mandiri, dan memberi kontribusi optimal bagi kemajuan perfilman Indonesia.