Saat ini, ekonomi kreatif merupakan salah satu penggerak utama perekonomian di Indonesia. Ekonomi kreatif lebih bertumpu kepada ide-ide kreatif pemikiran manusia, berbeda dengan sektor ekonomi lain yang berdasar eksploitasi sumber daya alam. Itulah sambutan pembukaan Mariaman Purba untuk memulai Focus Group Discussion (FGD) tentang Finalisasi Rancangan Peraturan Presiden tentang Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif Nasional 2017—2025 di Ambon pada 9 Desember 2016. Mariaman menyatakan rencana induk ini akan mengarahkan kebijakan intervensi Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dalam 16 subsektor industri kreatif. Diskusi itu mengundang beberapa pihak sesuai formula dalam pengembangan Ekonomi Kreatif, yaitu Academics, Business, Community, Government, dan Media.
Sebagai pemantik diskusi, dihadirkan dua narsumber yaitu Hamdan yang memaparkan “Urgensi Pembentukan Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif Nasional”. Hamdan menegaskan, untuk mencapai target RPJMN 2015—2019, terdapat urgensi pembentukan karena telah berakhirnya Instruksi Presiden tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif tahun 2009—2015 serta perlunya sinkronisasi dan sinergi antara kementerian dan lembaga. Sementera itu, Muhammad Faiz Azis menjelaskan “Pentingnya Partisipasi Publik dan Substansi Rancangan Peraturan Presiden”. Azis memulai presentasinya dengan menyatakan bahwa “tetes tinta” pembentuk Perpres ini akan mengatur seluruh kegiatan ekonomi kreatif di Indonesia, termasuk pelaku ekonomi kreatif dan pemerintah daerah. Untuk itu, konsultasi publik penting menerima saran dan kritik dalam meningkatkan kualitas regulasi yang akan dibentuk. Azis memaparkan pertimbangan pembentukan Perpres ini adalah mendorong daya saing nasional melalui pemanfaatan kreativitas dan inovasi menghasilkan, perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual, serta pemanfaatan bonus demografi berupa jumlah penduduk usia produktif akan tumbuh pesat.
Dalam sesi diskusi, perwakilan Ditjen Harmonisasi Kemenkumham mengingatkan pentingnya melakukan harmonisasi dengan peraturan yang telah diatur oleh kementerian dan lembaga lain, maka penting segera diajukan dalam Program Penyusunan Perpres Prioritas Tahun 2017. Sementera itu, para pelaku ekonomi kreatif secara umum mengeluhkan kesulitan dalam akses pembiayaan dan pemasaran karya kreatif yang telah dihasilkan. Misalnya, mereka menyatakan tidak cukup hanya mendeklarasikan Ambon sebagai kota musik, tindak lanjut dari labelisasi itu harus dipikirkan juga oleh pemerintah dengan membuat aturan baru di tingkat pemerintah daerah. Azis menanggapi bahwa tidak semua kendala implementasi harus diselesaikan dengan pembentukan dan perubahan peraturan, terkadang perbaikan prosedur teknis dan pemutakhiran teknologi cukup menjadi solusi bagi usaha kreatif di daerah.