Proses peradilan pidana Indonesia yang bertitik berat pada pelaku menjadi akar persoalan pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan. Dengan tidak didukung tata kelola dan regulasi yang optimal, penyimpanan pada Rumah Penyimpanan Benda Sitaan dan Barang Rampasan (RUPBASAN) menjadi persoalan kompleks yang harus diurai. Penyimpanan benda sitaan dan barang rampasan menjadi beban negara sekaligus beban pemilik barang.
RUPBASAN memang belum diatur secara lengkap dalam berbagai peraturan, misalnya UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) maupun PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP. Oleh karena itu, timbul berbagai persoalan, mulai dari kelembagaan RUPBASAN, koordinasi dengan aparat penegak hukum, hingga pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan.
Pemerintah (dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM) sedang menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai RUPBASAN. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) dilibatkan sebagai ahli dalam penyusunan RPP itu. Pada pertemuan pertama tim ahli, sudah dibahas mengenai permasalahan-permasalahan dalam tata kelola RUPBASAN.
Pertemuan ahli tersebut dilanjutkan dengan kunjungan ke RUPBASAN, Semarang, pada 9—10 Juni 2016. Turut hadir pada kunjungan itu Prof. Widodo Eka Tjahyana (Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham), I Wayan Dusak (Dirjen Pemasyaratan Kemenkumham), beberapa Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM, Dhahana Putra (Direktur Perancangan Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham), tim ahli termasuk Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK).