April 2016, Pesiden Republik Indonesia resmi mengesahkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Dengan begitu, seharusnya UU itu sudah dapat diberlakukan. Namun, UU Penyandang Disabilitas mengatur beberapa ketentuan baru sehingga perlu masa transisi untuk membangun sistem, bahkan peraturan pelaksanaan sesuai dengan amanat UU Penyandang Disabilitas. Dalam rangka mendukung implementasi UU Penyandang Disabilitas, Sigab dan Sapda—bekerja sama dengan The Asia Foundation—mengadakan kegiatan Seminar dan Lokakarya Implementasi UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas di Yogyakarta.
Dalam kegiatan Seminar, hadir sebagai narasumber Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Fajri Nursyamsi. Dalam kesempatan itu, Fajri menyampaikan perihal postur UU Penyandang Disabilitas yang kompleks karena mengatur berbagai sektor terkait disabilitas. Hal itu patut dipandang positif karena memposisikan disabilitas sebagai isu multisektor. Dengan demikian, tindak lanjut dari UU Penyandang Disabilitas harus melibatkan kementerian dalam bidang lain, selain Kementerian Sosial.
Narasumber lain yang juga hadir adalah Ibu Yanti Damayanti dari Direktorat Rehabilitasi Sosial ODK Ditjen Rehsos; Indriyati Suparno dari Komisioner Komnas Perempuan; Yossa Nainggolan dari perwakilan Komnas HAM; dan Bahrul Fuad yang merupakan Peneliti di Pusat Kajian Perlindungan Anak Universitas Indonesia (Puskapa UI). Pada dasarnya, semua narasumber mengapresiasi lahirnya UU Penyandang Disabilitas yang merupakan langkah awal dari jaminan pemenuhan hak penyandang disabilitas, tetapi semua pihak perlu berperan lebih aktif dalam upaya pelaksanaannya.
Pada sesi lokakarya, para peserta mendiskusikan perihal strategi gerakan yang akan dilakukan. Setiap peserta merupakan perwakilan organisasi penyandang disabilitas dari berbagai wilayah di Indonesia. Jadi, sesi ini sangat strategis untuk mengawal implementasi UU Penyandang Disabilitas di daerah masing-masing.