Pada Kamis, 29 Agustus 2013, Ronald Rofiandri mewakili PSHK hadir dalam Focus Group Discussion (FGD) mengenai topik yang masih hangat dibicarakan, yaitu Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) yang sekarang menjadi UU No. 17 Tahun 2013. Acara itu diselenggarakan oleh The Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta. Pembicara dalam FGD itu adalah Deding Ishak (Wakil Ketua Pansus RUU Ormas), Erwin Natosmal Oesmar (peneliti Indonesia Legal Roundtable/ILR), dan Tobias Basuki (peneliti CSIS). Diskusi itu dimoderatori oleh Bapak Philips J. Vermonte dari CSIS.
Peserta diskusi yang hadir berasal dari perwakilan CSIS ; Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA); Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM); dan PP Muhammadiyah. Walaupun sudah disahkan, pembicara maupun peserta diskusi memandang pembicaraan tentang UU Ormas masih relevan. Setidaknya, hingga kini, masih muncul sikap kontra, bahkan ada rencana dari sejumlah pihak untuk mengajukan permohonan judicial review UU Ormas kepada Mahkamah Konstitusi.
Saat sesi diskusi, Ronald mengajak pembicara dan peserta untuk menelusuri kembali kelahiran UU Ormas. Sudut pandang itu sengaja dipilih agar semua pihak dapat turut terlibat tanpa harus dibatasi aspek legal issues. Salah satu temuan yang disampaikan oleh Ronald adalah kerancuan pengertian “ormas” (dalam UU Ormas) yang sebenarnya sudah diingatkan melalui Naskah Akademik RUU Ormas. Menurut Ronald, “Naskah Akademik RUU Ormas telah mengkonfirmasi adanya kerancuan mengenai definisi “ormas” sebagaimana yang digunakan UU Ormas yang lama, yaitu UU No. 8 Tahun 1985. Anehnya, definisi yang baru tidak berbeda jauh dengan “ormas” versi UU No. 8 Tahun 1945 sehingga justru menduplikasi kerancuan itu”. (AW)