JAKARTA, KOMPAS.com – Peneliti kebijakan dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Muhammad Faiz Aziz, menyayangkan terjadinya demonstrasi yang dilakukan oleh supir taksi konvensional yang melarang beroperasinya perusahaan jasa angkutan berbasis online.
Menurut Faiz, pemerintah harus segera mengambil tindakan dengan membuat regulasi yang dapat mengikat perusahaan aplikasi transportasi, penyedia jasa angkutan berbasis aplikasi, dan konsumen.
Langkah yang bisa diambil adalah segera merevisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan.
Revisi itu dengan memasukan pengaturan transportasi publik berbasis aplikasi dalam regulasi.
“Pemerintah seharusnya mengatur transportasi berbasis aplikasi. Kalau tidak akan selalu terjadi pertemuan konflik antardua kepentingan,” ujar Faiz ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (22/3/2016).
Faiz menjelaskan, selama ini Pemerintah belum bisa mengakomodasi konflik kepentingan antarpenyedia jasa, supir taksi dan pengguna layanan. (baca: Beredar, Video Taksi Biru Tabrak Sopir yang Berunjuk Rasa)
Konflik tersebut terjadi karena tidak adanya pembatasan mengenai penerapan tarif yang jelas.
Perusahaan taksi konvensional berkeberatan dengan penerapan tarif taksi berbasis online yang relatif murah. Mereka menginginkan pengaturan tarif yang adil.
Sedangkan konsumen menginginkan tarif yang murah dan fasilitas yang nyaman serta aman. (baca: Tak Terima Temannya Di-“sweeping”, “Driver” Go-Jek Serbu Sopir Taksi)
“Pemerintah harus membuat peraturan yang seimbang untuk mengakomodasi seluruh kepentingan tersebut,” kata dia.
Faiz menambahkan, Pemerintah juga harus memperhatikan adanya dugaan praktik jual rugi atau predatory pricing yang selama ini dialamatkan pada perusahaan jasa angkutan berbasis online. Jika tidak diatur, maka hal itu akan menimbulkan monopoli.
Predatory pricing merupakan praktik yang dilarang, di mana sebuah perusahaan akan menerapkan harga semurah mungkin agar kompetitor lain tidak mampu bersaing dan terlempar dari pasar.
Setelah itu, secara perlahan perusahaan akan memonopoli pasar dan menaikan harga. (baca: Blue Bird Bakal Berikan Sanksi Tegas Pengemudi Anarkis)
“Ada semacam dugaan penerapan jual rugi atau predatory pricing yang bisa membuat perusahaan taksi konvensional gulung tikar. Praktik seperti ini dilarang dalam pasal 20 UU Nomor 5 Tahun 1990,” kata Faiz.
Ia pun mengusulkan, selain membuat peraturan hukum, Pemerintah juga harus menerapkan tarif batas bawah, seperti yang pernah dilakukan Menteri Perhubungan dengan menentukan tarif batas bawah di sektor penerbangan untuk kelas ekonomi. (baca: Demo Sopir Taksi, Derita Warga DKI, dan Rezeki Dadakan Ojek Online)
“Peristiwa ini seharusnya kembali menjadi momentum bagi pemerintah untuk melihat lebih dalam lagi untuk serius membenahi kerangka hukum untuk memfasilitasi transportasi berbasis aplikasi sehingga kontroversi semacam ini tidak terulang kembali,” pungkasnya.
============================================================================
Sumber : http://nasional.kompas.com
Terbit pada : Rabu, 23 Maret 2016
Tautan online: http://nasional.kompas.com/read/2016/03/23/08112691/