JAKARTA, KOMPAS.com – Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Miko Susanto Ginting menganggap digulirkannya hak angket untuk meminta Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) membuka rekaman pemeriksaan mantan Anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani, merupakan intervensi terhadap proses penegakan hukum.
Upaya tersebut juga bentuk penggiringan proses penegakan hukum ke dalam proses politik.
Miko mengatakan, Komisi III seharusnya memahami bahwa pemeriksaan terhadap Miryam berlangsung dalam rangka penegakan hukum.
“Kontrol terhadap hal itu seharusnya dilakukan oleh mekanisme hukum dalam hal ini pengadilan, bukan Komisi III,” ujar Miko melalui siaran pers, Kamis (20/4/2017).
Miko melanjutkan, tiga penyidik kasus e-KTP telah dihadirkan dalam sidang. Selain itu, KPK juga telah menetapkan Miryam sebagai tersangka.
Miryam juga berkali-kali dipanggil untuk diperiksa, namun ia mangkir. Dengan demikian, menurut dia, proses penegakan hukum dan kontrol telah berjalan sesuai mekanisme hukum.
“Komisi III DPR tidak perlu mengusik hal tersebut dengan tekanan politik melalui hak angket,” kata Miko.
Miko mengatakan, tak seorang pun bisa mengintervensi proses hukum berjalan. Komisi III, kata dia, tidak perlu bertindak selayaknya pengadilan. Biarkan pengadilan untuk bertindak secara independen dan akan mengkonfirmasi segala sesuatu yang telah dituangkan dalam BAP.
Menurut Miko, pengajuan hak angket juga merupakan langkah kontraproduktif terhadap upaya pengusutan kasus e-KTP.
Penyebutan nama anggota DPR dan petinggi partai dalam kasus itu seharusnya dikejar untuk ditelusuri kebenarannya melalui proses penegakan hukum.
“Pengajuan hak angket adalah proses politik yang berpotensi mengaburkan pengusutan kasus E-KTP,” kata Miko.
Miko mengatakan, upaya pengajuan hak angket murni politik dan bukan proses penegakan hukum. KPK harus didukung untuk menuntaskan kasus ini secara hukum.
Menurut dia, semestinya KPK tetap didukung semua pihak untuk membongkar kasus ini secara tuntas, mulai dari aktor, modus, dan jaringan yang terlibat.
Sebelumnya, usulan pengajuan hak angket itu diputuskan pada Rapat Dengar Pendapat Komisi III dan KPK yang selesai digelar, Rabu (19/4/2017) dini hari. Mayoritas fraksi menyetujui pengajuan hak angket tersebut.
Usulan itu dimulai dari protes yang dilayangkan sejumlah anggota Komisi III kepada KPK. Alasannya, dalam persidangan disebutkan bahwa Miryam mendapat tekanan dari sejumlah anggota Komisi III.
Namun, Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menyatakan pihaknya tak bisa membuka rekaman kesaksian Miryam.
Setelah berkonsultasi dengan jaksa KPK, keterangan dalam dakwaan persidangan disebut telah dibuktikan melalui pernyataan lebih dari satu saksi. Kebenaran hal itu menurutnya dapat diuji di persidangan.
“Mohon maaf rekaman tidak bisa kami berikan,” tutur Laode.
=============================================================
Sumber : http://nasional.kompas.com
Terbit pada : Kamis, 20 April 2017
Tautan online: http://nasional.kompas.com/read/2017/04/20/12210831/gulirkan