JAKARTA – Pemeriksaan dugaan pelanggaran etik Ketua DPR Setya Novanto oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), semakin hari kian mencemaskan.
Keputusan untuk memeriksa Novanto sebagai teradu secara tertutup, dianggap sebagai bukti bahwa MKD tidak punya semangat transparansi dan akuntabilitas, bahkan cenderung penuh dengan kepentingan politik praktis.
“Dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Setya Novanto sejak awal sudah beririsan dengan dugaan pelanggaran hukum. Seharusnya aparat penegak hukum dapat segera mengambil langkah nyata dan tidak bergantung pada proses dan hasil pemeriksaan etik oleh MKD,” ujar Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting, Selasa (8/12).
Miko juga menilai, langkah Kejaksaan Agung memulai penyelidikan yang melibatkan Setya Novanto juga patut diawasi. Jangan sampai Korps Adhyaksa tersebut mengulangi proses penegakan hukum yang penuh tanda tanya, sebagaimana pernah terjadi pada penyidikan kasus cessie Bank Bali.
“Pengusutan kasus ini harus dilakukan secara serius, tuntas, dan bebas dari intervensi. KPK juga tidak sepantasnya berdiam diri. KPK dapat menjalankan kewenangannya dalam supervisi dan koordinasi sebagaimana diamanatkan UU KPK terhadap proses penyelidikan oleh Kejaksaan Agung,” ujarnya.
Miko mengatakan, kepolisian seharusnya sudah memulai pengusutan terhadap dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sebab dugaan pencatutan nama dapat dikategorikan tindak pidana penipuan yang tidak mensyaratkan adanya aduan atau laporan.
“Pengusutan secara tuntas terhadap kasus ini menjadi titik penting untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum. Jangan sampai harapan publik kembali pudar karena ketidakberdayaan penegak hukum dalam pengusutan kasus ini,” ujarnya. (gir/jpnn)
============================================================================
Sumber : www.jpnn.com
Dirilis pada : Selasa, 8 Desember 2015
Link: http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=343476