JAKARTA, KOMPAS.com – Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menentang pelimpahan berkas perkara penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi ke Pengadilan Negeri Bengkulu.
Menurut peneliti PSHK, Miko Ginting, semestinya sejak awal kasus ini dihentikan karena terlihat jelas dasar untuk mengkriminalisasi.
“Ini bukan kasus yang bersifat personal tetapi institusional. Novel Baswedan dikriminalisasi ketika menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai penyidik aktif KPK,” kata Miko melalui pesan singkat, Sabtu (30/1/2016).
Miko mengatakan, kasus yang menjerat Novel penuh rekayasa. Kasus itu sempat mencuat ketika KPK menangani perkara Irjen (Pol) Djoko Susilo pada 3012.
Kasus itu sudah dianggap selesai tetapi kembali dimunculkan. Novel Baswedan telah diperiksa secara etik dan diputus tidak bersalah sebagai pelaku.
“Novel Baswedan hanya diputus bersalah karena tanggung jawab komandan,” kata Miko.
Lagipula, kata dia, peristiwa tersebut tidak pernah terbukti dilakukan oleh Novel. Oleh karena itu, PSHK mendorong pihak yang berkuasa untuk menghentikan proses hukum terhadap Novel.
Menurut dia, Kejaksaan harus menerbitkan Surat Keterangan Penghentikan Penuntutan (SKP2) atau deponeering.
“Sudah seharusnya kasus yang penuh dengan kriminalisasi ini dihentikan,” kata Miko.
Presiden Joko Widodo juga diminta mengambil langkah untuk menghentikan kasus itu. Jokowi, kata Miko, harus konsisten dengan ucapannya untuk menghapus kriminalisasi.
“Keberadaannya (Novel) memang menjadi ancaman bagi banyak pihak. Menyelamatkan Novel Baswedan berarti juga menyelamatkan KPK,” kata Miko.
============================================================================
Sumber : nasional.kompas.com
Terbit pada : Senin, 01 Februari 2016
Tautan online: http://nasional.kompas.com/read/2016/01/30/17534921/Kasus.Novel.Baswed