Jakarta: Pembentukan holding alias induk usaha bagi Badan Usaha Milik Negara di sektor pertambangan tengah menuju proses finalisasi di Kementerian BUMN. Proses persetujuan holding baru ini akan dibawa ke Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 29 November 2017.
Dengan begitu, holding yang dikepalai PT Inalum (Persero) ini resmi terbentuk bulan depan. Inalum juga resmi membawahi PT Bukit Asam Tbk (Persero), PT Aneka Tambang Tbk (Persero), dan PT Timah Tbk (Persero).
Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk Erry Riyana Hardjapamekas mengapresiasi rencana pemerintah membentuk holding BUMN Tambang ini. Apalagi, manfaatnya sangat besar bagi induk perusahaan, anggota holding, dan masyarakat Indonesia.
“Secara prinsip saya sepakat dengan konsep holdingisasi asalkan ada transparansi, tidak melanggar hukum, dan tidak melepaskan kontrol dari negara. Secara konsep, holding ini bagus dan positif terutama kalau kita mau menuju pada hilirisasi perusahaan tambang,” ujar Erry dalam diskusi bertajuk Menakar Untung Rugi Holding BUMN di Jakarta, Senin 27 November 2017.
Wakil Ketua KPK periode 2003-2007 ini menambahkan, keuntungan dari kehadiran holding tambang ini antara lain optimasi sinergi logistik, pemasaran, dan operasional. Holding bisa dipakai untuk melaksanakan mekanisme saling silang.
Saat harga timah turun, yang memproduksi nikel bisa membantu. Saat batubara turun, yang produksi timah bisa bantu. Dia mencontohkan keuntungan secara korporasi dari kehadiran holding ini seperti PT Timah Tbk yang memiliki kantor perwakilan di London untuk mengurusi bisnis di kawasan Eropa dan Amerika Utara atau PT Aneka Tambang Tbk yang memiliki kantor perwakilan di Jepang.
Perusahaan-perusahaan anggota lainnya bisa mengoptimasi hal tersebut untuk bisnis mereka. “Selain itu, leverage tiga perusahaan apabila disatukan dalam satu holding, pasti membuat perusahaan cukup kuat untuk menarik modal dan ekspansi bagi anak-anak usahanya,” kata Erry.
Meski begitu, Erry menekankan agar di masa mendatang holding ini lebih menjunjung transparansi, tidak melanggar hukum, dan mengikuti semua aturan yang berlaku. Terutama merujuk pada UU Pasar Modal dan BUMN, karena ketiga perusahaan yang menjadi anggota holding adalah perusahaan terbuka.
Terkait isu tentang bakal berkurangnya peran parlemen dalam mengawasi tiga perusahaan BUMN yang menjadi anggota holding, Erry menyatakan hal itu sebenarnya bukan suatu hal yang patut dicemaskan.
“Itu teknis dan tidak usah khawatir. Saya malah lebih mengkhawatirkan Freeport karena melibatkan Pemda. Lebih enak kalau Freeport itu perusahaan terbuka, lebih enak dan lebih transparan,” kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, M Faiz Aziz dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia mengatakan, sesuai dengan keputusan Mahkamah Agung No 21 P/HUM/2017, PP Nomor 72 Tahun 2016 tidak bertentangan dengan UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
“Menurut MA kan tidak ada masalah di sana. Jadi lebih baik kita kawal dan monitor saja bagaimana holding ini nanti,” kata Faiz.
Namun, Anggota Komisi VI DPR RI Bambang Haryo menyoroti pemerintah sebaiknya mematangkan perencanaan holding BUMN Tambang ini, tidak perlu terburu-buru.
“Harus dilakukan analisis yang baik dan ada informasi yang disampaikan, apakah manfaat holding ke publik itu terukur. Manfaat untuk korporasi juga terukur baik dari sisi harga, kualitas, dan jumlah,” kata Bambang.
Ia melanjutkan, jika pemerintah belum memberikan penjelasan yang jelas, DPR akan terus mengkritisi langkah pembentukan holding ini. “Karena, ini adalah perusahaan negara, perusahaan rakyat. Jadi kami mewakili rakyat dan membela kepentingan rakyat,” kata Bambang.
Menurut Bambang, ada kekhawatiran terhadap langkah pemerintah membentuk holding BUMN Tambang ini yang ditengarai sebagai upaya untuk menghindari pengawasan parlemen.
Ia juga berharap PP Nomor 72 Tahun 2016 yang mengatur penyertaan modal negara pada BUMN direvisi. Menurut dia, jika tujuan holding adalah memperbesar aset, sebenarnya bisa melakukan revaluasi aset. Nah, penilaian kembali aset inilah yang belum dimaksimalkan BUMN.
Dengan kata lain, jika tujuannya memperbesar aset, pemerintah tidak perlu membentuk holding. Cukup revaluasi aset saja.
============================================================================
Sumber : metrotvnews.com
Terbit pada : Rabu, 29 November 2017
Website: http://ekonomi.metrotvnews.com/mikro/