JAKARTA, KOMPAS — Pelimpahan berkas dakwaan atas nama penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan ke Pengadilan Negeri Bengkulu dikhawatirkan akan membuat situasi komisi antirasuah itu menjadi tidak nyaman. Kinerja para pegawai KPK juga dikhawatirkan terganggu karena mereka merasa tidak dilindungi saat menunaikan tugas.
Oleh karena itu, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan segera membahas pelimpahan berkas tersebut, sekaligus menyatakan sikap resmi lembaga.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (30/1), mengaku belum bisa menjelaskan sikap resmi KPK karena masalah itu baru akan dibahas dalam rapat pimpinan KPK pada Senin ini.
Ia mengaku terkejut atas pelimpahan berkas Novel Baswedan itu karena sebelumnya tak ada komunikasi dari kejaksaan terkait hal itu. “Yang jelas ini akan menimbulkan situasi yang tak kondusif di KPK. Akan berpengaruh pada semangat teman- teman di KPK,” kata Laode.
Ketua Wadah Pegawai KPK Faisal menilai, Novel dikriminalisasi karena kegigihannya memberantas korupsi. Ia meminta instansi terkait untuk meninjau ulang kasus ini, sekaligus meminta pimpinan KPK memberi dukungan penuh kepada Novel.
Kekhawatiran akan terganggungnya kinerja KPK setelah kejaksaan melimpahkan kasus Novel ke pengadilan juga diungkapkan oleh aktivis antikorupsi yang juga mantan Wakil Ketua Badan Pekerja Indonesian Corruption Watch (ICW) Luky D Djani. “Ini akan berdampak pada kinerja KPK. Tentu saja pegawai akan menghadapi masalah dilematis, akan muncul anggapan percuma kerja sungguh-sungguh kalau bisa dikriminalisasi. Akhirnya jadi serba ragu dan tanggung kerjanya,” ujarnya.
Kejaksaan Negeri Bengkulu melimpahkan perkara Novel ke Pengadilan Negeri Bengkulu pada Jumat (29/1). Ia didakwa dengan pasal penganiayaan berat terhadap pencuri sarang burung walet pada saat bertugas sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Bengkulu tahun 2004.
Kasus itu pertama kali mencuat pada tahun 2012 ketika Novel menangani kasus dugaan korupsi simulator surat izin mengemudi (SIM) yang melibatkan Inspektur Jenderal Djoko Susilo, mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri. Padahal, Novel pernah disidang disiplin di internal Polri karena kejadian ini, dan kasus itu dianggap selesai. Novel bahkan sempat mendapatkan kenaikan pangkat setelahnya serta direkomendasikan Polri untuk menjadi penyidik KPK.
Pengacara Novel, Muji Kartika Rahayu, berharap pimpinan KPK melihat hal ini sebagai ujian terhadap ketangguhan KPK. Ia pun berharap pimpinan KPK bisa mengungkap motif di balik dilanjutkannya “kriminalisasi” terhadap Novel. Belajar dari kasus Novel, ia pun meminta Presiden Joko Widodo untuk serius melindungi KPK, karena kasus Novel adalah bentuk nyata lemahnya perlindungan Presiden terhadap KPK.
“Jaksa Agung di bawah Presiden, Ombudsman juga di bawah Presiden. Jaksa tidak merasa berkewajiban melaksanakan rekomendasi Ombudsman. Di level ini, Presiden perlu turun tangan,” kata Muji.
Miko Ginting, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), juga meminta Presiden Jokowi menghentikan kasus ini. Menyelamatkan Novel berarti juga menyelamatkan KPK sebab Novel adalah penyidik aktif KPK yang sedang menangani kasus korupsi besar. “Pernyataan Presiden agar jangan ada kriminalisasi harus diwujudkan,” kata Miko.
Desakan agar pimpinan KPK melindungi Novel juga datang dari aktivis antikorupsi, dan netizen (pengguna internet). Di dunia maya, dukungan terhadap Novel mulai muncul. Budayawan Goenawan Mohamad melalui akun Twitter-nya mencuit, “Novel Baswedan adalah tenaga antikorupsi yang tak boleh disia-siakan dan korban fitnah yang perlu dibela @jokowi”. Sementara pemilik akun @Jal_Gooners mencuit, “Gaduh lagi.Omongan Presiden@jokowi gak didenger kejagung @pramonoanung @setkabgoid @KPK_RI #SaveNovelBaswedan”. (GAL)
============================================================================
Sumber : KOMPAS
Terbit pada : Senin, 01 Februari 2016
Tautan online: http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160201kompas