JAKARTA, KOMPAS.com – Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting menilai ada gap (jarak) kegentingan yang dirasakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan publik atas kasus penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Setelah lebih dari empat puluh hari, polisi belum berhasil mengungkap pelaku penyerangan.
“Dalam kasus ini saya melihat ada kesenjangan kegentingan yang dirasakan Presiden. Pertama kali saat Novel diserang kemudian Presiden diwawancara, Presiden bilang ini peristiwa kriminal,” kata Miko dalam sebuah diskusi di sekretariat KontraS, Jakarta, Senin (22/5/2017).
Pandangan Presiden Jokowi atas kasus Novel, menurut Miko, sama dengan yang selama ini ada di benak kepolisian, yaitu kriminalitas biasa.
Padahal, banyak kalangan meyakini termasuk PSHK, bahwa kasus teror terhadap Novel bukanl kriminal biasa.
Baca: Kasus Penyerangan Novel Jadi Ujian Jokowi Perangi Korupsi
Menurut dia, peristiwa ini bagian dari upaya pelemahan KPK dalam memberantas korupsi.
Novel merupakan salah satu penyidik dalam sejumlah kasus besar termasuk mega-korupsi KTP elektronik.
“Anda bisa bayangkan seorang penyidik yang high profile, Novel, yang ditakuti banyak koruptor dan calon koruptor, lambang moralitas dan kepercayaan diri KPK, disiram air keras. Dan tidak ada kegentingan yang dirasakan oleh Presiden?” kata Miko.
Miko menilai, perkembangan penanganan kasus ini akan berbeda jika respons Presiden Jokowi tidak seperti itu.
Misalnya, dengan mengeluarkan Kepres atau membentuk tim investigasi independen karena lambannya kerja kepolisian mengungkap kasus Novel.
Baca: Mengapa Kasus Penyerangan Terhadap Novel Lama Terungkap?
“Di kasus Cicak-Buaya I ada Tim Delapan. Kemudian pada 2015, Tim Sembilan diundang ke Istana meski tidak diberikan Keppres. Pertanyaannya kenapa hari ini untuk membongkar kasus Novel Baswedan tidak dilakukan hal-hal serupa? Pertanyaan ini harus diberikan ke Presiden,” kata dia lagi.
Miko mengatakan, bola terakhir ada di tangan Presiden arena kepolisian dan KPK tidak mampu berbuat banyak.
Dia berharap, selain mengeluarkan Keppres atau membentuk Tim Investigasi Independen, Presiden Jokowi juga diharapkan memberikan tenggat waktu penuntasan kasus tersebut.
“Presiden kan tidak memberikan tenggat waktu. Kalau Presiden punya keberpihakan yang tegas pada kasus ini, harusnya diberikan tenggat waktu, misal 60 hari selesai. Jadi, arahannya tegas,” kata Miko.
=============================================================
Sumber : http://www.hukumonline.com/
Terbit pada : Selasa, 18 April 2017
Tautan online: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt58f6059199534/mengintip
===============================================================