Presiden membatalkan perpres namun tak berarti subsidi mobil pribadi anggota DPR akan dibatalkan. Jokowi dikecam pula karena tandatangani dokumen tanpa tahu isinya, yang dianggap bukti kesemerawutan administrasi istana
Peneliti di Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, (PSHK), Bivitri Susanti mengakui, sebetulnya bukan merupakan hal yang luar biasa bahwa seorang presiden, bahkan menteri, langsung menandatangani keputusan atau instruksi atau peraturan, jika dilihatnya sudah mendapat disposisi dari sejumlah bawahannya. Namun mengingat jabatan presiden berarti segala keputusannya bisa berdampak besar, Bivitri menyebut, seharusnya Jokowi setidaknya melihat subyek peraturan itu.
“Saya juga menyesalkan bahwa ia menyalahkan secara terbuka bawahannya, dan mengatakan bahwa ia tak tahu (isi peraturan yang ia tandatangani). Ini komunikasi yang sangat fatal dari seorang presiden,” tegas Bivitri Susanti.
“Yang kedua,” lanjut Bivitri, “secara substansi seharusnya sekretariat kabinet –untuk urusan instruksi, keputusuan dan peraturan presiden– seharusnya menjadi meja terakhir untuk mengecek segala sesuatunya. Dan apakah presiden mendapat informasi yang cukup tentang apakah ia perlu menandatangani peraturan itu atau tidak.”
Bivitri mengaku tidak bisa menduga apakah Presiden mendapat informasi yang memadai atau tidak sebelum menandatangani surat itu.
Sebagaimana disebut Bivitri, dalam reaksi pertama setelah kasus ini jadi kehebohan, presiden Jokowi mengaku tidak membaca secara terlalu cermat kertas-kertas semua peraturan yang berada di mejanya untuk ditandatangani.
Kepada wartawan yang menungguinya di Bandara Soekarno-Hatta, Minggu (5/4/2015), Jokowi menyebut dalam kasus ini semestinya Kementerian Keuangan mencermati peraturan itu dan mengkaji baik buruknya.
“Hal-hal seperti itu harusnya di kementerian. Kementerian men-screening, apakah itu akan berakibat baik atau tidak baik untuk negara ini.”
Setiap hari, kata Jokowi, “tumpukan yang harus ditandandatngani itu seperti ini…” katanya seraya menggerakkan tangan mengisyaratkan betapa banyaknya kertas dokumen yang berada di meja kerjanya.
Ia menyebut, surat-surat itu sudah diparaf oleh lima hingga 10 orang bawahannya, jadi seharusnya tidak ada masalah.
“Apakah saya harus cek satu-satu? Kalau begitu tidak usah ada administrator yang lain dong, kalau presiden masih ngecekin satu-satu.”
Ditanya wartawan apakah berarti ia kecolongan?
“Bukan masalah kecolongan. Harusnya setiap hal yang berkaitan dengan uang negara yang banyak, itu mestinya disampaikan dalam rapat terbatas atau rapat kabinet.
“Tidak langsung disorong-sorong seperti ini,” kata Jokowi pula.
Presiden Jokowi hari Senin (6/4) melakukan rapat konsultasi dengan pimpinan DPR RI di Gedung DPR/MPR. Namun dalam jumpa pers bersama Ketua DPR Setya Novanto, presiden Jokowi hanya menjelaskan soal proses pencalonan Kapolri dan RAPBN Perubahan. Presiden menghindar bicara soal kontroversial ini, dan jumpa pers berakhir cepat tanpa tanya jawab.
Sementara Ketua DPR Setya Novanto kepada wartawan berkilah, bahwa pengajuan subsidi untuk uang muka mobil pribadi yang dikirimnya tanggal 5 Januari, sudah melalui proses yang wajar. Ia berdalih, subsidi senilai Rp210.890.000 itu dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja para anggota DPR.
Dalam Perpres 39/2015 yang ditandatangani Presiden Jokowi tanggal 20 Maret 2015 itu menetapkan bahwa subsidi uang muka mobil pribadi itu diberikan pada 560 anggota DPR, 132 anggota DPD, 52 hakim agung, 9 hakim konstitusi, dan 7 komisioner Komisi Yudisial, yang sebagian besar sudah memiliki mobil.
Nilai total keseluruhan subsidi itu mencapai lebih dari Rp 160 milyar. Ini oleh banyak kalangan merupakan kebijakan yang tidak sensitif terhadap kaum miskin yang justru mengalami kehidupan lebih sulit menyusul kenaikan harga BBM terakhir, akhir Maret lalu. Sebagai upaya membantu daya beli masyarakat miskin terkait kenaikan BBM itu, pemerintah Jokowi memberikan bantuan tunai yang mencapai total Rp 600.000 per keluarga.
Sesudah kontroversi makin tajam, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan kepada wartawan bahwa Presiden Jokowi sudah “memerintahkan untuk mencabut substansi perpres itu… ”
Tetapi tunggu dulu, itu berarti subsidi uang muka itu akan dihapus.
Pratikno mengisyaratkan, yang dicabut adalah penambahan nilai subsidi menjadi Rp 210.890.000. Dengan demikian, subsidi uang muka mobil pribadi itu akan tetap diberikan, namun sesuai dengan Perpres tahun 2010, yang besarnya Rp116,65 juta per anggota DPR dan para pejabat negara lain.
Bivitri Susanti, yang sedang menyiapkan program doktoralnya di Amerika itu menyebut, dalam pengamatannya, kasus semacam ini baru pertama kali terjadi. Di masa Megawati, katanya, memang pernah terjadi beberapa rancangan undang-undangan tidak sempat ditandatangani, dan itu berarti UU itu berlaku otomatis –karena menurut ketetapan, jika dalam waktu 30 hari RUU tak ditandangani presiden, maka RUU itu akan berlaku sebagai UU. Namun bahwa terungkap secara terbuka presiden merasa tidak tahu isi ketetapan yang ia tandatangani, itu belum pernah terjadi sebelumnya.
“Ini menandakan adanya kekacauan dalam administrasi internal presiden.”
Ini bisa berbahaya jika ada pihak yang sengaja memanfaatkannya untuk kepentingan tertentu, tandas Bivitri.
Sumber : www.bbc.co.uk
Dirilis pada : Senin, 6 April 2015
Link : http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2015/04/150406_jokowi_su…