Jakarta, CNN Indonesia — Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) meragukan sidang etik yang digelar Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), terutama setelah pemeriksaan Ketua DPR Setya Novanto berlangsung tertutup kemarin, Senin (7/12). PSHK meminta aparat penegak hukum turun tangan mengusut perkara yang diduga menyeret Novanto tersebut.
Peneliti PSHK Miko Ginting mengatakan, langkah Kejaksaan Agung memulai penyelidikan atas dugaan perkara permufakatan jahat oleh Novanto harus diawasi.
“Jangan sampai Kejaksaan mengulangi proses penegakan hukum yang penuh tanda tanya sebagaimana yang pernah terjadi pada penyidikan kasus cessie Bank Bali,” kata Miko dalam keterangan resmi yang diterima CNN Indonesia hari ini, Selasa (8/12).
Miko menilai, dalam kasus ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menggunakan kewenangan melakukan koordinasi dan supervisi (korsup) atas proses penyelidikan di Kejaksaan. “KPK tidak sepantasnya berdiam diri,” ujar Miko.
Bagi PSHK, pemeriksaan etik terhadap Novanto oleh MKD berada pada kondisi yang semakin mencemaskan. Pemeriksaan secara tertutup kemarin menunjukan bahwa MKD tidak punya semangat transparansi dan akuntabilitas, bahkan cenderung penuh dengan kepentingan politik praktis.
Untuk itu, selain Kejaksaan dan KPK, PSHK juga mendorong Kepolisian untuk memulai pengusutan dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait permintaan jatah saham PT Freeport Indonesia.
“Dugaan pencatutan nama dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penipuan yang tidak mensyaratkan adanya aduan atau laporan,” tutur Miko.
Menurut Miko, pengusutan secara tuntas kasus ini menjadi titik penting untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum. (rdk)
============================================================================
Sumber : www.cnnindonesia.com
Dirilis pada : Selasa, 8 Desember 2015
Link: http://www.cnnindonesia.com/nasional/20151208132543-12-96769/