Setelah mundur dari kursi Ketua DPR, Setya Novanto ditempakan Partai Golkar duduk sebagai Ketua Fraksi Golkar di DPR. Partai pimpinan Aburizal Bakrie itu seakan tak mengambil pelajaran dari kasus yang menimpa Setya Novanto. Mestinya, Setya Novanto diganti melalui Pergantian Antar Waktu (PAW), bukan sebaliknya diberikan jabatan prestisius di fraksi. Demikian sekelumit intisari dalam diskusi di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Selasa (22/12).
Koordinator Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti, berpandangan pengisian jabatan publik mestinya tidak menyimpang dari moralitas publik. Ia menilai keputusan Partai Golkar menempatkan Setya Novanto sebagai bentuk pengabaian atas logika publik dan moral bangsa.
“Bagi mereka yang penting kekuasaan, urusan mereka hanya ketuk palu. Jadi tidak berasar pengangkatan Setya Novanto hanya sekedar ketuk palu,” ujarnya.
Ray menilai Pemlihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang digelar 9 Desember lalu menunjukan sejumlah calon yang diusung Partai Golkar tumbang. Hal itu menunjukan imbas dari kasus yang menjerat Setya Novanto di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) memiliki dampak signifikan terhadap Golkar. Terlebih, seluruh anggota MKD menilai Setya Novanto terbukti melakukan pelanggaran etik terkait kasus ‘papa minta saham’.
“Saya merasa apa yang terjadi ini sudah tidak berdasar moral. Jangan-jangan kepengurusan Golkar Aburizal Bakrie ini sudah tidak bermoral,” katanya.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, berpendapat DPR di bawah tampuk kepemimpinan Setya Novanto selama satu tahun tak menunjukan prestasi. Sebaliknya, masyarakat disuguhi parlemen dengan tontonan negatif. “Kita hanya disuguhi oleh kasus-kasus terkait perilaku dan kemalasan mereka dalam bekerja, dan itu berlangsung selama satu tahun pertama,” imbuhnya.
Kasus dugaan ‘papa minta saham’ Freeport tak sesederhana pertemuan antara Setya Novanto, pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid, dan Presdir Freeport Maroef Sjamsoedin. Rekaman percakapan antar ketiganya membuka tabir persekongkolan rahasia antara politisi dan pebisnis dalam mengatur kebijakan negara.
Namun menjadi keliru ketika pengganti Setya Novanto yang ditunjuk Partai Golkar Ade Komarudin justru bertukar posisi dengan Setya Novanto. Ade yang sebelumnya menjabat Ketua Fraksi akan menjadi Ketua DPR. Sedangkan Setya Novanto bakal kembali menjadi Ketua Fraksi Golkar di DPR.
“Partai Golkar harusnya memberikan sanksi atas kesalahan yang dilakukan Setya, bukan malah memberikan kursi baru kepada yang bersangkutan. Sudah sepatutnya Partai Golkar melakukan pergantian antar waktu,” ujarnya.
Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan Pusat Studi Hukum Kebijakan Indonesia (PSHK) Ronald Rofiandri berpandangan penunjukan Setnov sebagai Ketua Fraksi Golkar menunjukan Partai Golkar tak ingin kehilangan kekuasaan dari diri Setya Novanto. Secara keorganisasian, Setya Novanto dilekatkan sebagai simbol. Menurutnya, dengan menjadi Ketua Fraksi Golkar, desakan agar Setya Novanto di PAW akan terhambat. Pasalnya, Setya Novanto sebagai orang yang memberikan persetujuan.
“Jadi ini bentuk proteksi lain dari Golkar,” ujarnya.
Koordinator Bidang Korupsi Politik ICW Donal Fariz menilai, Golkar mematikan moralitas publik ketika menunjuk kader yang sudah terbukti melakukan pelanggaran etik. Bahkan kasusnya sedang bergulir di aparat penegak hukum Kejaksaaan Agung. Menurutnya, partai yang berkuasa selama 32 tahun di era orde baru itu melecehkan akal publik dengan menunjuk orang yang melanggar etik anggota dewan.
“Partai Gokar harusnya melakukan bersih-bersih, bukan memberikan tempat terhadap orang bersalah dan mempersilakan penegak hukum memproses, bukan melindungi. Kita desak mafia rente tidak bercokol lagi,” ujarnya.
Donal pun meminta publik mendorong agar Partai Golkar membatalkan penunjukan Setya Novanto sebagai Ketua Fraksi Golkar di DPR. Selain itu, pengganti Setya sebagai Ketua DPR mestilah orang yang memiliki jejak rekam baik dan berintegritas. “Kami mengusulkan pemberhentian Setya Novanto sebagai anggota DPR,” pungkasnya.
============================================================================
Sumber : hukumonline.com
Dirilis pada : Selasa, 22 Desember 2015
Link: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56792756c7469/