Rabu, 25 November 2015 | www.koran-sindo.com
JAKARTA – Penanganan perkara pelanggaran lalu lintas tertentu (tilang) mengakibatkan pelayanan publik pengadilan negeri (PN) di seluruh Indonesia terbengkalai.
Hal ini merupakan salah satu hasil penelitian yang dilakukan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) bersama Pusat Penelitian dan Pengembangan Mahkamah Agung (Puslitbang MA) selamalebihdari duatahun di 13 kota/ kabupaten. Penelitian ini untuk memecahkan persoalan pengelolaan tilang oleh pengadilan negeri.
Peneliti PSHK Miko Susanto Ginting menyatakan, tilang atau perkara pelanggaran lalu lintas tertentu setiap tahunnya menempati peringkat teratas dari keseluruhan perkara yang ditangani pengadilan negeri. Lebih dari tiga juta perkara pidana yang ditangani pengadilan negeri setiap tahun, perkara tilang selalu menempati porsi terbesar di atas 96%. Gambaran secara kuantitas di tingkat nasional itu tecermin dari jumlah perkara tilang yang ditangani di beberapa pengadilan negeri.
Untuk satu pengadilan di wilayah Jakarta, misalnya, perkara tilang yang ditangani berkisar antara 10.000 sampai 16.000 setiap minggunya. Gambaran yang kurang lebih sama dengan pengadilan di wilayah lainnya. Kondisi tersebut menurut Miko membuat sumber daya pengadilan tersedot untuk menangani perkara tilang yang sebenarnya sumir dan sederhana.
“Bertumpuknya perkara sekaligus pelanggar pada hari sidang menjadikan pelayanan publik oleh pengadilan terbengkalai,” ungkap Miko melalui siaran pers kemarin. Meski di beberapa pengadilan negeri sudah dilakukan berbagai inovasi terkait pengelolaan tilang, lanjut Miko, namun penerapannya belum seragam dan terlembagakan. Mantan Ketua MA Harifin Tumpa menilai, tilang adalah persoalan lama yang tidak pernah diusahakan penyelesaiannya dengan tuntas.
Dengan perkara yang begitu banyak maka pengadilan harusnya mempersiapkan diri dan membuat terobosan, di antaranya menyediakan waktu sidang perkara tilangdiluarjamkerja. Katakanlah pada malam hari misalnya. Tapi kalau usulan itu dijalankan maka hakim perlu dibayar karena bekerja di luar jam kerja.
“Ini yang belum terakomodasi dalam anggaran,” ungkapnya. Berikutnya, perlu terobosan berupa kesepakatan antara penegak hukum, polisi, jaksa, dan hakim agar sidang perkara tilang tidak perlu dihadiri pelaku atau pelanggar. Sabir laluhu
============================================================================
Sumber : www.koran-sindo.com
Dirilis pada : Rabu, 25 November 2015
Link: http://www.koran-sindo.com/news.php?r=0&n=30&date=2015-11-26