Sebagai upaya penataan kelembagaan, sekaligus menjadikan satu pintu dalam menghasilkan kebijakan yang dituangkan dalam bentuk peraturan perundangan.
Pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla nampaknya bakal serius mewujudkan terbentuknya lembaga legislasi di internal pemerintah. Tak tanggung-tanggung, pemerintah telah menggelar seminar yang nantinya menjadi menjadi media dalam menyerapkan aspirasi terkait pembentukan lembaga tugas pembentuk undang-undang tersebut. DPR sebagai lembaga negara yang memiliki fungsi legislasi merespon positif pembentukan lembaga khusus legilasi tersebut.
Ketua DPR Bambang Soesatyo menegaskan langkah pemerintah dalam rangka membentuk lembaga legislasi tunggal sebagai upaya dalam mengevaluasi berbagai regulasi yang bertebaran. Bahkan mungkin regulasi yang saling tumpang tindih. Karenanya diperlukan langkah terobosan dalam rangka memperbaiki berbagai regulasi.
Termasuk dengan membuat Rancangan Undang-Undang (RUU) yang bakal diusulkan ke DPR. Menurutnya, melalui lembaga tunggal legislasi nantinya pula melakukan berbagai kajian dan evaluasi terhadap berbagai peraturan daerah (Perda). Keberadaan lembaga tunggal legislasi di pemerintah selain menjadi jalan keluar dalam membenahi carut marutnya peraturan perundangan yang saling bertabrakan, juga menjadi counter part Badan Keahlian Dewan (BKD). Yang pasti, kata Bambang Soesatyo, DPR mendukung penuh rencana pemerintah tersebut.
“Kami mendukung pemerintah dalam melakukan pembentukan lembaga legislasi,” ujarnya di Komplek Gedung Parlemen, Jumat (30/11).
Mantan Ketua Komisi III DPR itu berpandangan, melalui lembaga tunggal legislasi, pemerintah dalam membuat sebuah kebijakan yang dituangkan dalam bentuk peraturan dan perundangan dilakukan melalui satu pintu. Nah dengan melalui satu pintu, maka nantinya diharapkan ketika melakukan pembahasan RUU dengan DPR tidak lagi menjadi kendala.
Misalnya terhadap RUU yang melibatkan banyak unsur kementerian menjadikan bagian persoalan ketika pembahasan dilakukan. Sebab perwakilan dari kementerian terkait mesti menghadiri dan ikut melakukan pembahasan. Sebaliknya bila salah satu unsur kementerian tidak hadir, pembahasan kurang maksimal. Nah melalui satu pintu, nantinya diharapkan kerja-kerja pembahasan RUU tidak lagi terkendala. Sebab RUU di internal pemerintah melalui satu pintu.
Lebih lanjut politisi Partai Golkar itu berpandangan melalui satu pintu, pemerintah melalui Presiden agar lebih teliti dalam menghasilkan RUU yang berkualitas. Sementara di DPR, kata Bamsoet begitu dia disapa, telah meminta ke alat kelengkapan dewan yakni BKD agar melakukan kajian terhadap perumusan RUU.
Menurutnya, sebagai lembaga yang menopang kegiatan penelitian kedewanan, BKD mesti dapat memanfaatkan big data dalam Sistem Data dan Informasi Penelitian (SDIP). Tak hanya untuk kegiatan kedewanan saja, tetapi juga untuk membantu kegiatan pemerintahan lainnya. Terutama dalam hal perancangan dan perumusan sebuah undang-undang.
Menurutnya, BKD memiliki banyak data kajian dan penelitian tentang peraturan daerah yang tidak sejalan dengan peraturan perundangan, bahkan peraturan perundangan yang tidak sejalan dengan Pancasila dan UUD 1945. Karenanya, di internal BKD sedang menyelesaikan legislasi review untuk mengevaluasi berbagai perundangan yang tidak efektif. “Nantinya bisa di drop agar kita tidak obesitas peraturan,” ujarnya.
Sementara, Menteri Sekretaris Kabinet (Menseskab) Pramono Anung mengatakan permasalahan UU menjadi persoalan serius yang bakala ditangani pemerintah ke depannya. Sebagan bentuk keseriusan pemerintah, Pram begitu biasa disapa, memiliki harapan besar agar lembaga tunggal pembentuk UU dapat terwujud pembentukannya pasca Pemihan Presiden (Pilpres) mendatang.
“Saya yakin mudah-mudahan itu akan terwujud nanti setelah Pemilu Presiden pada tahun 2019,” ujarnya sebagaimana dikutip dari laman setkab.
Pram menepis tudingan pemerintah tak berani membentuk lembaga tunggal pembentuk UU. Sebaliknya demi kebaikan dan perbaikan, Pram yakin pemerintah di bawah kepemimpinan Joko Widodo bakal berupaya keras mewujudkan pembentukan lembaga tunggal legislasi tersebut.
Ia optimis terkait terwujudnya pembentukan lembaga tunggal legislasi tersebut. Pasalnya usulan revisi UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan telah masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2019. “Jadi ini bentuk antisipasi kita kalau-kalau pemerintah memang membutuhkan perubahan-perubahan dalam proses penyusunan Undang-Undang,” ujar mantan Wakil Ketua DPR periode 2009-2014 itu.
Penataan kelembagaan
Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Hukum (PSHK) Indonesia M Nur Sholikin menilai, rencana pemerintah membentuk lembaga tunggal legislasi merupakan langkah tepat. Pasalnya pembentukan lembaga tersebut sebagai upaya pemerintah dalam merespon berbagai permasalahan sistem peraturan perundang-undangan yang masih tumpang tindih dalam pelaksanaanya pemerintahan dan kemasyarakatan pusat dan daerah.
“Inisiatif pemerintah untuk menata ulang kelembagaan di bidang legislasi merupakan langkah tepat sebagai salah satu upaya melakukan reformasi regulasi,” ujarnya.
Tak dapat dipungkiri persoalan regulasi yang berulang menjadi kendala yang tak mampu diselesaikan dengan baik. Menurutnya, berbagai permasalahan regulasi sering diselesaikan oleh masing-masing kementerian/lembaga. Inisiatif penyelesaiannya masih bersifat sektoral. Masalahnya, saat menghadapi permasalahan lintas sektoral, bakal dihadapkan dengan ego sektoral yang membuat buntuk penyelesaian masalah regulasi.
“Oleh karena itu, penataan kelembagaan yang berkaitan dengan fungsi di bidang peraturan perundang-undangan merupakan salah satu prioritas yang perlu segera dijalankan oleh pemerintah,” ujarnya.
Sholikin berpandangan pemerintah perlu melakukan perancangan terhadap lembaga tunggal legislasi. Yakni dengan kewenangan yang jauh lebih kuat dalam melakukan perencanaan, penyiapan, pembahasan, dan pengawasan peraturan perundang-undangan. Nah fungsi lembaga yang akan dibentuk tak hanya bersifat koordinatif, namun diberikan fungsi pengendalian dan pengawasan.
Tak kalah penting, perbaikan secara menyeluruh terhadap sistem peraturan perundang-undangan perlu ditindaklanjuti dengan melakukan revisi terhadap UU No. 12 Tahun 2011. Menurutnya revisi perlu dilakukan dalam rangka memastikan reformasi regulasi yang dapat berkesinambungan dan memberikan jalan keluar yang tepat terhadap perbaikan sistem peraturan perundang-undangan.
“Pemerintah bersama dengan DPR perlu segera melakukan pembahasan revisi Undang-Undang ini,” pungkasnya.
Sumber:
Media: hukumonline.com
Tanggal: 01 Desember 2018
Tautan: https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5c021ba50e83c/