Dilatarbelakangi dari adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 tanggal 19 Desember 2006 dimana aturan mengenai Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dinyatakan bertentangan dengan Konstitusi karena harus diatur dalam undang-undang tersendiri. Selang tiga tahun setelah putusan MK lahirlah Undang-Undang No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang didalamnya mengamanatkan adanya kepaniteraan khusus yang dipimpin oleh seorang panitera (pasal 22 ayat (1)).
Menindaklanjuti aturan tersebut, Mahkamah Agung (MA) mengesahkan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 01 Tahun 2010 (Perma 01/2010) yang mengatur bahwa Kepaniteraan Pengadilan Tipikor bertanggung jawab untuk menyelenggarakan register khusus perkara tipikor yang terpisah dari register perkara pidana lainnya. Pasal 3 ayat (2) Perma 01/2010 menyatakan bahwa ketentuan tentang teknis tata cara penyelenggaraan register khusus perkara tipikor diatur oleh Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum MA RI (Ditjen Badilum).
Pada awal tahun 2006 PSHK bersama Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) telah melakukan penelitian yang menghasilkan Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi untuk Perkara Korupsi pada Pengadilan Tipikor, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung dibawah Tim Pengarah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Mahkamah Agung. Disamping adanya perubahan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Pengadilan Tipikor, hasil kajian ini belum dijadikan kebijakan resmi dalam melaksanakan tugas administrasinya. Untuk itu PSHK menginisiasi kegiatan pembentukan Standar Administrasi Perkara Korupsi pada Pengadilan Tipikor, Pengadilan Tinggi, dan MA kepada Mahkamah Agung. Kemudian dibentuklah Kelompok Kerja Pembuatan Standard tersebut melalui SK KMA No. 33/SK/KMA/II/2012.
Keluaran dari program ini meliputi (i) Naskah Standar Administrasi Perkara Korupsi pada Pengadilan Tipikor, Pengadilan Tinggi, dan MA, (ii) SEMA No.4 Tahun 2012 tentang Perekaman Proses Persidangan, (iii) SEMA No. 5 Tahun 2012 tentang Perpanjangan Penahanan. Untuk naskah standar administrasi, sampai dengan saat ini masih dalam proses finalisasi untuk standard administrasi bagi tingkat Mahkamah Agung. Beberapa materinya perlu disesuaikan dengan SOP sistem kamar yang sekarang juga sedang dalam tahap penyusunan. Sedangkan standard adminstrasi untuk tingkat PT dan PN sudah selesai dan sedang dalam proses pengajuan pengesahan kepada Dirjen Badilum. sKeluaran kegiatan ini memberikan pengaruh terhadap pelaksanaan reformasi bidang peradilan terutama dalam hal transparansi, penanganan perkara yang lebih efisien dan kepastian hukum.
Kerangka Hukum Dasar Perlindungan Hutan di Indonesia Pada bulan februari sampai Juli 2012, PSHK mengerjakan program berjudul“Kerangka Hukum Perlindungan Hutan di Indonesia”. Dalam program itu PSHK melakukan pemetaan terhadap peraturan dan aktor yang berkaitan dengan perlindungan hutan. Selain itu, PSHK juga menganalisa kasus yang diakibatkan oleh konflik antara peraturan atau aktor, serta mekanisme yang digunakan dalam menyelesaikan konflik. Hasil dari penelitian itu dicetak dalam buku, yang disebarluaskan kepada 500 orang/lembaga jaringan PSHK.
Capaian penting dari penelitian ini adalah bertambahnya pengetahuan mengenai peraturan dalam bidang perlindungan hutan yang masih belum banyak didalami oleh PSHK sebelumnya. Sedangkan lesson learned yang didapat adalah pengalaman baru untuk meminta data dan narasumber dari Kementerian Kehutanan yang sangat sulit dan berbelit.
Permasalahan besar yang mengemuka dalam sektor Perlindungan Hutan adalah tumpang tindih peraturan, yang bedampak kepada tumpang tindih kewenangan. Melalui Program Kajian Perlindungan Hutan tumpang tindih peraturan bisa dipetakan.Pemetaan itu juga berhasil mengidentifikasi permasalahan yang ada. Sehingga dari hasil penelitian ini dapat diketahui titik mana saja yang perlu mendapat perhatian lebih untuk segera diselesaikan, dan titik mana yang bisa menjadi prioritas berikutnya.