Deskripsi ini dibuat tanpa bermaksud untuk membatasi makna, tetapi untuk bisa tetap diakses oleh semua orang yang punya kemampuan berbeda.
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia atau yang biasa disebut dengan PSHK menyajikan infografik dengan judul Bergerak Bersama Disabilitas. Tulisan itu disandingkan dengan sebuah ilustasi seseorang yang sedang duduk di kursi roda sambil tersenyum.
Ada sembilan bagian dalam satu halaman ini. Delapan di antaranya diberikan nomor. Satu nomor ada di bagian paling atas sebelah kanan tanpa nomor.
Paling atas sebelah kiri, ada ilustrasi tentang jenis peraturan perundang-undangan terkait disabilitas. Ada empat kotak dengan warna berbeda-beda. Di kotak pertama berwarna merah muda, tertulis 45 PP atau Peraturan Pemerintah. Di kotak kedua yang berwarna jingga, ada tulisan 45 UU atau Undang-Undang. Di kotak ketiga berwarna kuning, ada tulisan 22 Perda atau Peraturan Daerah. Dan, di kotak terakhir berwarna biru, ada tulisan 2 Perpres atau Peraturan Presiden.
Di bawah keempat kotak itu, ada penjelasan bahwa informasi ini diambil dari buku berjudul Menuju Indonesia Ramah Disabilitas: Kerangka Hukum Disabilitas yang ditulis dan diterbitkan oleh PSHK pada 2015.
Di sebelah kanannya, ada nomor satu. UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas terdiri dari 153 pasal yang tertulis dalam satu ilustrasi buku di sebelah kiri. Selain itu, UU ini juga terdiri dari 13 bab yang tertulis dalam ilustrasi buku yang di sebelah kanannya.
Di sebelah kanannya, ada nomor dua. UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, ada satu ilustrasi buku dengan tulisan 18 ketentuan peraturan pelaksana. Ketentuan peraturan pelaksana itu terdiri dari 15 PP, 2 Perpres, dan 1 Permensos. Setiap bagian itu ditulis di atas ilustrasi berupa tumpukan kertas.
Di bawahnya, ada satu kotak berwarna merah muda dengan angka tiga di sampingnya. Ada pula tulisan 25 sektor. Di dalam kotak itu, ada 25 kotak berwarna biru dengan tulisan beragam sektor—dari kiri ke kanan, kemudian ke bawah—yaitu: hukum, pendidikan, ketenagakerjaan, kewirausahaan, koperasi, kesehatan, politik, keagamaan, keolahragaan, pariwisata, kebudayaan, ekonomi kreatif, kesejahteraan sosial, infrastruktur, pelayanan publik, perhubungan, kebencanaan, habilitas dan rehabilitasi, komunikasi dan informasi, perempuan, anak, keuangan, pajak, BUMN, serta otonomi daerah.
Di bawahnya, ada satu kotak berwarna kuning. Di bagian kiri, ada ilustrasi seseorang dan ada ilustrasi seseorang dengan menggunakan tongkat di sebelah kanannya. Ada angka empat di bagian atas dengan tulisan siapa saja yang wajib ambil peran. Kotak kuning itu terbagi menjadi dua: 30 kementerian/lembaga di sebelah kiri dan 9 pihak swasta di sebelah kanan. 30 kementerian/lembaga di sebelah kiri terdiri dari: Kemenhukham, Kemenag, KemenPU, Kemenpora, Kemenpar, Kemensos, Kemendikbud, Kemenhub, Kemenristek, kemenkeu, KemenPAN, Kemenkominfo, Kemenlu, Kemendag, Kemdag, Kementerian Tenaga Kerja, kemenkes, KemenBUMN, Kemenkop, Bappenas, Kepolisian RI, MA RI, Kejaksanaan RI, KPPPA, KPU, BPS, BPJS, BNPB,Ombudsman, LKPP.
9 pihak swasta di sebelah kiri terdiri dari: penyelenggara Dikti, tenaga kesehatan, pelayanan kesehatan, lembaga pelatihan kerja, rumah sakit, pemberi kerja, perusahaan swasta, pengelola rumah ibadah, BUMN dan BUMD.
Di bawahnya, ada nomor lima, yaitu ragam disabilitas. Bagian ini diikuti empat ilustrasi. Ragam disabilitas, yaitu ragam fisik yang diilustrasikan dengan orang dengan kursi roda, ragam intelektual yang diilustrasikan dengan kepala orang menghadap kiri, ragam mental yang diilustrasikan dengan orang menghadap kanan, dan ragam sensorik yang diilustrasikan dengan telapak tangan.
Nomor enam ada di bawahnya, yaitu kuota disabilitas dalam ketenagakerjaan. Bagian kiri diperlihatkan melalui bar berwarna biru dengan tulisan 2% dari jumlah pegawai pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD. Bagian kanan diperlihatkan dengan bar warna merah muda dengan tulisan 1% dari jumlah pegawai perusahaan swasta.
Nomor tujuh adalah hak perempuan dengan disabilitas. Ada ilustrasi perempuan di situ. Ada empat haknya, yaitu kesehatan reproduksi; menerima atau menolak menggunakan alat kontrasepsi; perlindungan dari perlakukan diskriminasi berlapis; dan mendapatkan perlindungan lebih dari tindak kekerasan, termasuk kekerasan dan eksploitasi seksual.
Paling bawah, terakhir, ada nomor delapan. Tulisannya, ada 24 tindakan yang dilarang dan memiliki ancaraman sanksi apabila dilakukan, yaitu 20 sanksi pidana dan sanksi administratif. Sanksi pidana terdiri dari denda yang terdiri dari pidana paling tinggi 5 tahun dan denda paling tinggi Rp500 juta.