Partai Golkar saat ini mencoba menyongsong era baru. Di bawah kepemimpinan Airlangga Hartanto, tema baru #GolkarBersih dikibarkan. Tema ini sangat relevan dengan persolan-persoalan korupsi yang membelit kader Partai Golkar dalam beberapa tahun terakhir, khususnya di bawah kepemimpinan Setya Novanto.
Dalam Catatan ICW (2017), selama 18 bulan Setya Novanto menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar, sedikitnya terdapat 16 orang kader Partai Golkar di berbagai level jabatan terjerat kasus-kasus korupsi. Puncak dari persoalan tersebut tentu dijeratnya Setya Novanto oleh Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus KTP elektronik yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,3 Triliun.
Oleh karena itu, tema #GolkarBersih yang diusung nahkoda baru Partai Golkar menjadi sangat relevan untuk menjawab persoalan utama partai Golkar saat ini. Terlebih lagi mendekati tahun pemilu 2018-2019, pembenahan ini menjadi sangat penting untuk diinternalisasi.
Sekalipun narasi dan tagline baru sudah dimunculkan, aksi konkret untuk pembenahan Partai Golkar lah yang paling dinanti masyarakat. Pembenahan yang sedang dibahas di Munaslub Golkar 19-21 Desember 2017 seharusnya tidak hanya menyasar pergantian ketua umum dan kepengurusan internal partai Golkar. Urusan dapur internal partai tentunya tidak akan memberian dampak perubahan yang akan dirasakan oleh masyarakat.
Sadar bahwa pergatian kepengurusan tidak memberikan dampak signifikan terhadap citra partai, seharusnya Golkar kepemimpinan baru ini mengambil sejumlah langkah yang berdampak terhadap publik.
Setidaknya ada dua tema yang harus segera disikapi, yaitu:
Pertama, pergantian Ketua DPR.
Salah satu isu sentral yang berkaitan dengan kebijakan Partai Golkar setelah Setya Novanto mundur adalah siapa kader Golkar yang akan menjadi Ketua DPR. Pilihan ini maha penting dan menentukan citra Golkar dan DPR secara kelembagaan. Sulit dibantah, citra DPR secara kelembagaan ikut terkena dampak Ketua DPR yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi. DPR menjadi bulan-bulanan dan sindiran masyarakat karena dipimpin oleh seorang tersangka kasus korupsi.
Pergantian yang tepat tidak hanya akan memberi kesan positif bagi Golkar, akan tetapi juga kepada DPR. Saat ini Golkar harus memastikan Ketua DPR baru dengan syarat:
- Bersih dari persoalan korupsi
- Tidak anti terhadap KPK dan pemberantasan korupsi secara umum
- Memiliki konsep mendorong DPR yang lebih bersih dan berintegritas
Kedua, menarik Golkar dari Pansus Angket
Selain pergantian ketua DPR, salah satu isu yang harus juga dikoreksi adalah keberadaan Golkar dalam Pansus Angket. Tidak bisa disanggah, Golkar merupakan salah satu motor berjalannya Pansus Angket. Keberadaan pansus ini sangat berkaitan dengan kasus korupsi KTP elektronik yang sedang ditangani KPK.
Tidak salah apabila publik mengaitkan keberadaan pansus ini untuk menyerang KPK yang sedang menangani kasus KTP elektronik. Sejumlah survey pun merilis pandangan negatif masyarakat terhadap keberadaan dan kerja pansus karena diyakini bukan untuk memperkuat KPK.
Oleh karena itu, Golkar Bersih harus menarik diri dari Pansus Angket untuk menunjukkan komitmen mereka pada upaya pemberantasan korupsi dan mengkonkretkan tagline Golkar Bersih.
Jakarta, 20 Desember 2017
Tranparansi Internasional Indonesia (TII), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Lingkar Madani (LIMA), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Indonesia Corruption Watch (ICW),
Lia Toriana (TII)
Khoirunnisa (Perludem)
Ray Rangkuti (Lima)
Ronald Rofiandri (PSHK)
Donal Fariz (ICW)