Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Surat Keterangan Penelitian, yang menjadi perhatian publik baru-baru ini, secara resmi dicabut oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo. Namun, pernyataan Mendagri dalam situs resmi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) (http://www.kemendagri.go.id/news/2018/02/06/permendagri-tentang-skp-dibatalkan-kembali-ke-aturan-lama), bahwa Permendagri tersebut “pada prinsipnya dibatalkan dan kembali ke peraturan lama” untuk kemudian “diupdate dan diperbaiki setelah menerima masukan dari akademisi, lembaga penelitian dan DPR” ini menimbulkan persoalan baru dalam konteks peraturan perundang-undangan.
Pertama, Permendagri ini telah selesai disusun, disahkan, dan kemudian dicantumkan dalam Berita Negara. Bahkan Permendagri Nomor 3 Tahun 2018 sudah resmi dipublikasikan dalam situs Direktur Jenderal Perundang-undangan di Kementerian Hukum dan HAM (http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2018/bn122-2018.pdf). Dengan begitu, apabila hendak dibatalkan, Mendagri seharusnya membentuk Permendagri baru untuk membatalkan Permendagri Nomor 3 Tahun 2018. Penggunaan kalimat “pada prinsipnya dibatalkan” tidak dapat membatalkan secara otomatis suatu peraturan yang sudah disahkan. Frasa “pada prinsipnya dibatalkan” juga menimbulkan kerancuan dan berdampak menimbulkan ketidakpastian hukum.
Kedua, pembentukan regulasi pada satu sektor pemerintahan harus merujuk atau menyesuaikan dengan tugas dan fungsi dari Kementerian/Lembaga pembentuknya. Dalam hal ini, sektor penelitian atau riset adalah tugas dan fungsi dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015, bukan tugas dan fungsi dari Kemendagri. Oleh karena itu, pengaturan ijin penelitian di bawah Kemendagri menunjukkan adanya kerancuan dan tumpang tindih dalam menjalankan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga didalam pemerintahan. Secara substansi, Permendari Nomor 3 Tahun 2018 ini berpotensi justru menghambat pertumbuhan penelitian yang sedang didorong oleh Kemenristekdikti, sehingga kebijakan antar kedua Kementerian itu harus mampu diselaraskan, dan seharusnya secara tegas tugas mengenai riset adlaah tugas dan fungsi dari Kemenristekdikti.
Kerancuan atau tumpang tindih tugas dan fungsi dalam bidang riset, serta lemahnya argumentasi pentingnya pengaturan mengenai perijinan riset oleh Kemendagri harus segera berakhir. Sudah cukup lama penelitian dan inovasi terhambat, bahkan tertinggal dari negara lain. Dengan adanya penghapusan mengenai pengaturan perijinan penelitian oleh Kemendagri, akan menjadi satu langkah awal untuk penelitian Indonesia yang lebih baik.
Dengan alasan tersebut, PSHK mendesak agar:
- Menteri Dalam Negeri membentuk Permendagri baru untuk mencabut Permendagri Nomor 3 Tahun 2018;
- Kemenristekdikti harus menjadi inisiator dalam setiap kebijakan terkait dengan riset dengan mempertimbangkan perkembangan penelitian di Indonesia;
- Pemerintah wajib melibatkan masyarakat dalam pembentukan setiap kebijakan yang mengikat secara umum.
Narahubung:
Rizky Argama (08121983193)
Fajri Nursyamsi (0818100917)