Selasa, 13 Januari 2015, Aliansi Nasional Reformasi KUHP, melakukan audiensi dengan Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia (Ditjen PP). Rombongan Aliansi Nasional Reformasi KUHP diterima langsung oleh Dirjen PP Kemenkumham, Wicipto Setiadi. Dalam pertemuan itu, Aliansi KUHP dan Dirjen PP bersepakat untuk bekerjasama dan mendorong pembahasan RKUHP, yang mana menjadi RUU prioritas pembahasan Pemerintah dan DPR pada Prolegnas 2015.
Terdapat beberapa rekomendasi dan masukan yang diusulkan oleh Aliansi KUHP. Diantaranya pertama, Pemerintah dan DPR didorong untuk tidak memaksakan rekodifikasi secara menyeluruh terhadap KUHP yang berlaku saat ini. Hal tersebut potensial akan memunculkan situasi kekacauan hukum. Pemerintah dan DPR didorong untuk melakukan perubahan bertahap, seperti terlebih dahulu melakukan amandemen terhadap Buku I RKUHP.
Kedua, Pemerintah dan DPR disarankan untuk berfokus pada pembaruan politik hukum untuk menjamin perlindungan kebebasan sipil dan warga negara, ketimbang memperdebatkan persoalan semantik dan teknis rumusan pasal per pasal.
Ketiga, Pembaruan KUHP harus ditempatkan dalam kerangka mengfungsikan hukum pidana pada tatanan negara demokratis. Bukan sebaliknya, menjadi instrumen “penekan” bagi rezim yang berkuasa. Untuk itu, penyusunan RKUHP harus sedapat mungkin didekatkan pada standar baku hukum pidana modern yang pada akhirnya membuat Indonesia dapat sejajar dengan negara dan bangsa lain di dunia.
Keempat, terkait mekanisme pembahasan, Aliansi KUHP merekomendasikan agar pembahasan RKUHP dilakukan dengan sistem kluster. Terutama terkait isu-isu prioritas dan penting. Pemerintah dan DPR nantinya dapat lebih berfokus pada isu dan muatan yang sifatnya substansial dan strategis. Sedangkan teknis redaksional dapat diserahkan pada Tim Perumus atau tim lain yang dibentuk untuk tujuan tersebut.
Jauh sebelum pembahasan dimulai, Aliansi KUHP telah merekomendasikan agar Pemerintah terlebih dahulu mengesahkan terjemahan resmi dari KUHP yang saat ini berlaku dengan Keputusan Presiden. Selanjutnya, untuk tidak menambah pekerjaan Pemerintah dan DPR, Aliansi KUHP menyarankan agar Pemerintah dan DPR terlebih dahulu menghapus pasal-pasal yang sudah tidak relevan lagi untuk diatur atau pasal-pasal yang telah dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan konstitusi oleh Mahkamah Konstitusi. Pasal-pasal tersebut diantaranya adalah delik penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden, penghinaan terhadap pejabat publik, dan beberapa delik lainnya.
Selanjutnya Pemerintah dan DPR patut memastikan bahwa pembahasan-pembahasan dilakukan secara efektif, berkualitas, dan partisipatif. Aliansi KUHP senantiasa melakukan pengawalan dan advokasi serta memberikan masukan-masukan yang kritis dan positif terhadap upaya pembaruan KUHP.
Kontak: Miko Susanto Ginting, Peneliti PSHK (0878-2262-6362)