JAKARTA, 27 Januari 2014 – Para Pemohon pengujian UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) hadiri Sidang Perdana Pemeriksaan Pendahuluan di Mahkamah Konstitusi. Adapun para pemohon tersebut adalah Yayasan FITRA Sumatera Utara, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Perkumpulan Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA). Selain empat organisasi tersebut, terdapat tiga Pemohon individu, yaitu Said Iqbal, M. ChoirulAnam, dan Poengky Indarti.
Berdasarkan data dokumen Permohonan UU Ormas yang telah diajukan ke MK, terdapat sebelas pasal bermasalah yang dimohonkan untuk pengujian. Kesebelas pasal tersebut adalah pasal 1 angka 1, pasal 1 angka 6, pasal 5, pasal 8, pasal 10, pasal 11, pasal 23, pasal 29 ayat (1), pasal 42 ayat (2), pasal 57 ayat (2) dan (3), serta pasal 59 ayat (2) huruf b, c, dan e.
Salah satu dari dua puluh tujuh pengacara publik yang menjadi Tim Kuasa Hukum Kebebasan Berserikat untuk pengujian UU Ormas, Wahyudi Djafar, S.H, menyampaikan kesebelas pasal tersebut telah mengekang dan merugikan hak‐hak konstitusional karena menciptakan ketidakpastian hukum dan melahirkan penafsiran yang ambigu, tidak jelas, serta multitafsir.
Selain itu, salah satu Pemohon, Irvan Hamdani HSB, S.Kom dari FITRA Sumut, mengungkapkan bahwa FITRA Sumut telah mengalami kerugian atas hak atas informasi dengan dalih UU Ormas. Sebagai organisasi yang telah memiliki badan hukum Yayasan dan telah disahkan oleh Kemenkumham, pada Agustus 2013 FITRA Sumut mendapatkan penolakan untuk mengakses dokumen RKA (Rencana Kerja Anggaran) di salah satu SKPD di Kabupaten Karo dengan salah satu alasan ‘tidak terdaftar di Kesbangpolinmas’ Kabupaten Karo.
Untuk itu, kami menjagak pada publik luas secara tegas untuk ikut serta menolak keberadaan UU Ormas dan mendukung proses pengujian di Mahkamah Konstitusi agar membatalkannya. Munculnya ajakan ini disebabkan UU Ormas berpotensi menghambat hak CSO untuk mengakses informasi publik, sekaligus membatasi kebebasan sipil untuk berserikat dan berkumpul.
Penjelasan lebih lanjut dapat menghubungi:
Wahyudi Djafar,Koordinator Tim Advokasi untuk Kebebasan Berserikat (Kuasa Hukum) 08138208 3993