Jakarta – Pemeriksaan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terhadap Ketua DPR Setya Novanto dianggap tidak transparan dan cenderung penuh dengan kepentingan politik kerena dilakukan secara tertutup. Kasus Novanto didesak untuk diusut tuntas secara hukum tanpa menunggu proses MKD selesai.
“Dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Ketua DPR-RI Setya Novanto sejak awal sudah beririsan dengan dugaan pelanggaran hukum. Oleh karena itu, seharusnya aparat penegak hukum dapat segera mengambil langkah nyata dan tidak bergantung pada proses dan hasil pemeriksaan etik oleh MKD,” kata peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Selasa (8/12/2015).
Menurut Miko langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang sudah memulai penyelidikan kasus Novanto ini perlu diawasi. Kejaksaan Agung harus melakukan pengusutan ini secara serius, tuntas, dan bebas dari intervensi. Selain Kejagung, PSHK juga meminta agar KPK ikut serta mengawasi kasus ini.
“KPK juga tidak sepantasnya berdiam diri. KPK dapat menjalankan kewenangannya dalam supervisi dan koordinasi sebagaimana diamanatkan UU KPK terhadap proses penyelidikan oleh Kejaksaan Agung. Bahkan dalam beberapa kondisi tertentu dan apabila sudah masuk tahap penyidikan, KPK diberi kewenangan mengambil alih penanganan kasus tersebut,” ucap Miko.
Selain itu, Kepolisian juga didesak untuk mulai mengusut dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden karena dugaan pencatutan ini menurut Miko bisa dikategorikan sebagai tindak pidana penipuan yang tidak mensyaratkan adanya aduan atau laporan.
“Pengusutan secara tuntas terhadap kasus ini menjadi titik penting untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum. Jangan sampai harapan publik kembali pudar karena ketidakberdayaan penegak hukum dalam pengusutan kasus ini,” tutupnya.
(slm/nrl)
============================================================================
Sumber : www.detik.com
Dirilis pada : Selasa, 8 Desember 2015