Pasal 2 dan 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dalam tataran norma dan praktik telah menimbulkan makna yang simpang siur.
Sebut saja, titik tekan terhadap frase “yang dapat merugikan keuangan negara” menjadi salah satu penyebabnya. Apakah benar setiap tindakan “yang dapat merugikan keuangan negara” serta-merta dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi? Atau, justru titik tekan pada pasal itu adalah pembuktian terhadap “unsur memperkaya diri sendiri/orang lain secara melawan hukum”?
Diskusi ini dilaksanakan untuk kembali mendudukkan konteks Pasal 2 dan 3 UU Korupsi, sekaligus memperjelas norma dan titik tekannya unsur kedua pasal tersebut, mana yang merupakan elemen (elemen unsur delik) dan mana yang bestandelen (elemen inti delik). Harapannya, praktik penegakan hukum berdasarkan kedua pasal dapat berjalan dengan tepat.