Sistem pemerintahan yang dianut oleh suatu negara turut mempengaruhi sistem legislasi, termasuk ketentuan delegasi peraturan perundang-undangan. Ciri negara dengan sistem pemerintahan parlementer sering kali menjadikan peraturan menteri sebagai sebagai objek perintah delegasi langsung dari undang-undang; praktik yang tentu saja tidak lazim kita temukan pada sistem presidensial. Selain proses, pengaruh sistem pemerintahan terhadap ketentuan delegasi peraturan perundang-undangan akan menjangkau pula kewenangan (membuat delegasi) hingga pilihan bentuknya. Itulah yang disampaikan oleh Fitriani Ahlan Sjarif, dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ketika menyampaikan materi untuk pelatihan internal Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK).
Dalam pendelegasian peraturan perundang-undangan, ada tiga hal yang perlu disebutkan, yaitu jenis atau tingkatan (peraturan yang didelegasikan), ruang lingkup, dan aktor pelaksana. Adanya tiga unsur itu juga akan membedakan antara peraturan delegasi dan peraturan pelaksana. Peraturan delegasi akan memuat secara eksplisit pilihan bentuk pendelegasian, termasuk substansi yang akan diatur dan otoritas yang diperintahkan untuk menyusun (aturan delegasi).
Penjelasan tersebut merupakan bagian dari disertasi Fitriani tentang pendelegasian peraturan perundang-undangan. Ia memaparkan hasil penelitiannya sebagai narasumber dalam pelatihan internal pada Jumat, 17 Juni 2016. Pelatihan itu merupakan awal dari rangkaian pelatihan terkait peraturan perundang-undanganan.
Penulis: Amalia Puri Handayani
Editor: Ronald Rofiandri