Jakarta, HanTer – Wakil Ketua Komisi V DPR,Yudi Widiana Adia menyambut baik rencana pemerintah untuk merevisi Undang-Undang U No.22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Sebab, katanya, revisi UU LLAJ ini untuk memberikan kepastian hukum bagi gojek, grabbike dan transportasi umum berbasis aplikasi lainnya.
“Ada kekosongan aturan soal goJek, grabbike dan kendaraan umum yang berbasis aplikasi. Karena itu, perlu dilakukan revisi UU LLAJ dan Komisi V DPR RI menyambut baik rencana pemerintah untuk mengajukan revisinya,” kata Yudi di Jakarta, Minggu (20/12/2015).
Dia menjelaskan, dalam Pasal 47 UU LLAJ menyebutkan yang termasuk dalam kendaraan bermotor umum adalah mobil penumpang, bus, mobil barang, dan kendaraan khusus. Sementara sepeda motor bukan kendaran umum untuk angkutan penumpang. Selain itu, pasal 23 ayat 3 Peraturan Pemerintah (PP) No.74/2014 tentang Angkutan Jalan menyebutkan kendaraan bermotor yang diperbolehkan untuk mengangkut penumpang adalah mobil penumpang umum dan bus umum.
Dengan demikian, menurutnya gojek dan transportasi umum berbasis aplikasi lainnya tidak diperkenankan beroperasi sebagai angkutan penumpang, apalagi barang. “Pasal 47 UU LLAJ ini yang perlu direvisi. Lewat revisi UU LLAJ kita tidak hanya ingin memberikan kepastian hukum pada gojek transportasi umum berbasis aplikasi lainnya untuk beroperasi tapi juga akan mengatur tentang SPM (Standar Pelayanan Minimal)-nya untuk melindungi konsumen dan keselamatan berlalu lintas,” jelasnya.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan, Menhub Ignatius Jonan menyampaikan rencana pemerintah untuk merevisi UU LLAJ. “Langkah itu dilakukan pemerintah guna memberikan aturan hukum pada gojek dan transportasi umum berbasis aplikasi lainnya untuk beroperasi sampai pemerintah mampu menyediakan angkutan umum yang layak dan nyaman,” ujarnya.
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Muhammad Faiz Aziz mengatakan, UU LLAJ dan PP No.74/2014 tentang Angkutan Jalan perlu di revisi dengan memperkuat pengaturan mengenai transportasi publik berbasis ekonomi kreatif. Mengingat kebutuhan masyarakat akan sistem transportasi publik yang baik, pengembangan ekonomi kreatif dan peningkatan lapangan kerja untuk masyarakat
Sebab, sambungnya, kedua aturan tersebut belum memfasilitasi pengaturan ekonomi kreatif di bidang transportasi. “Kerangka hukum tersebut masih lemah dan belum dapat mengatur lebih lanjut soal ekonomi kreatif di sektor apapun, termasuk jasa transportasi,” kata Faiz Aziz.
Menurutnya, munculnya surat yang ditandatangani oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan kepada Kapolri perihal kendaraan pribadi (sepeda motor, mobil penumpang, mobil barang) yang digunakan untuk mengangkut orang dan/atau barang dengan memungut bayaran telah menimbulkan polemik. Meskipun, surat itu telah dicabut setelah adanya desakan masyarakat, persoalan belum sepenuhnya selesai.
Peristiwa itu, katanya, seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah untuk lebih serius membenahi kerangka hukum yang memfasilitasi ekonomi kreatif. “Dengan demikian, ‘peristiwa Gojek; semacam ini tidak terulang kembali, baik di sektor transportasi maupun sektor lainnya,” tegasnya.
Selain itu, dia meminta untuk memperkuat kerangka hukum pengembangan ekonomi kreatif , maka perlu mendorong pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekonomi Kreatif yang berpihak terhadap persaingan usaha yang sehat, pelaku ekonomi kreatif, masyarakat, dan pembukaan lapangan kerja.
============================================================================
Sumber : nasional.harianterbit.com
Dirilis pada : Minggu, 20 Desember 2015