Dalam rangka memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional, pada 10 Desember 2017 diselenggarakan diskusi yang mengangkat judul “Disabilitas dan Kekerasan Seksual dalam Akses Keadilan”. Kegiatan diskusi ini diselenggarakan atas kolaborasi tiga lembaga, yaitu MaPPI FHUI, SIGAB dan LBH Apik. Diskusi ini diselenggarakan di dua kota secara bersamaan, yaitu di Jakarta dan Yogyakarta.
Hadir sebagai narasumber dalam diskusi, yaitu Fajri Nursyamsi (Peneliti PSHK); Dio Ashar (Peneliti MaPPI FHUI); Iit Rahmatin (Advokat LBH Apik); Nirwana (Ketua PN Tangerang); Purwanti (Paralegal SIGAB); dan Eko Riyadi (Ketua PusHAM UII Yogyakarta). Kelima narasumber menyampaikan materinya masing-masing yang berkaitan dengan pemenuhan hak penyandang disabilitas ketika berhadapan dengan hukum.
Dalam kesempatan tersebut, Fajri Nursyamsi menyampaikan perihal perkembangan pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan. Fajri menerangkan bahwa draft RPP usulan masyarakat sudah rampung, namun belum terdapat respon dari Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM untuk meneruskan usulan itu dalam suatu usulan inisiatif agar proses pembahasan di internal Pemerintah segera dilaksanakan, dan RPP segera disahkan. Belum adanya respon banyak disebabkan karena di internal Kementerian Hukum dan HAM belum menyadari bahwa RPP ini adalah berada dalam kewenangannya. Selain itu juga, isu disabilitas yang tidak kunjung menjadi perhatian dan prioritas bagi berbagai Kementerian/Lembaga.
Fajri dalam presentasinya menjelaskan bahwa pemenuhan hak orang dengan disabilitas yang sedang berhadapan dengan hukum, baik berupa fasilitas, pelayanan, atau penyesuaian prosedur, seharusnya sudah dapat dilaksanakan tanpa menunggu penerbitan PP tentang Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan. Ketiadaan fasilitas, pelayanan dan penyesuaian prosedur sudah terbukti mengurangi pemenuhan hak seorang warga negara, dalam hal ini penyandang disabilitas. Pemerintah tinggal membutuhkan keberpihakan lebih kepada penyandang disabilitas untuk memenuhi itu semua. Oleh karena itu, Fajri juga menolak apabila alasan anggaran menjadi kambinghitam akan ketiadaan fasilitas, pelayanan dan penyesuaian prosedur dalam rangka pemenuhan hak disabilitas. Ketiadaan anggaran hanya alibi sekaligus bungkus dari tidak adanya keberpihakan untuk menjadi isu pemenuhan hak warga negara dengan disabilitas sebagai prioritas dalam pembangunan.
Dalam akhir presentasinya, Fajri mengajak kepada seluruh masyarakat untuk terus memantau perkembangan RPP Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan, karena RPP ini sudah harus disahkan oleh Pemerintah pada Maret 2018. Momentum ini juga harus dimaknai sebagai ujian komitmen dari Pemerintah dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo akan komitmennya dalam masa kampanye, khususnya dalam Piagam Soeharso, yang ingin menjadikan penyandang disabilitas terpenuhi hak-haknya di segala bidang, dan menjadi subyek dalam pembangunan.