Pemberian kewenangan membuat perda menunjukkan adanya peluang bagi daerah untuk mengatur wilayahnya sendiri demi memajukan dan memberdayakan daerahnya. Namun hingga kini, masih muncul masalah akibat perda. Berbagai pemberitaan dan laporan menyebutkan adanya perda-perda yang bertentangan dengan hak asasi manusia. Selain itu, Kementerian Dalam Negeri juga telah banyak membatalkan perda bidang retribusi dan pajak daerah yang dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Namun begitu, perda menjadi salah satu elemen dasar bagi pelaksanaan desentralisasi. Kewenangan membentuk perda merupakan implementasi dari kemandirian daerah. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme untuk mengawasi pelaksanaan kewenangan daerah dalam membentuk perda. Pengawasan perda diperlukan dalam menjaga kesesuaian peraturan di tingkat lokal dengan peraturan yang berlaku di tingkat nasional. Review juga dipelukan untuk mengontrol agar peraturan yang dibuat tidak melanggar prinsip-prinsip dasar dalam bernegara seperti perlindungan hak asasi manusia.
Peraturan perundang-undangan mengatur dua mekanisme review atau pengawasan terhadap peraturan daerah, yaitu executive review dan judicial review. Executive review merupakan kewenangan mengawasi perda yang dimiliki oleh pemerintah (executive power), sementara itu judicial review merupakan kewenangan mengawasi perda yang dimiliki oleh Mahkamah Agung (judicative power). Kedua mekanisme ini dapat berujung pada pembatalan perda. Dalam prakteknya dua mekanisme ini belum dapat berjalan optimal karena dihadapkan pada beberapa permasalahan. Permasalahan dalam lingkup executive review antara lain dipengaruhi oleh regulasi yang mengaturnya. Inkonsistensi antara peraturan di tingkat yang lebih tinggi dengan peraturan di tingkat teknis menyebabkan lemahnya implementasi sistem yang telah dibuat. Seperti pengaturan kewenangan pembatalan, pelibatan pemerintah propinsi dalam mengawasi perda kabupaten/kota, dan koordinasi dan kerjasama antara kementerian yang mempunyai kewenangan terkait perda. Selain regulasi, masalah dalam executive review juga disebabkan oleh inisiatif dari kementerian yang berwenang untuk menjalankan sistem pengawasan secara menyeluruh. Sementara itu, dalam pelaksanaan judicial review permasalahan yang dihadapi antara lain terkait dengan mekanisme yang menyulitkan masyarakat dalam menempuh prosedur untuk mengajukan judicial review perda. Seperti pembatasan waktu pengajuan perda, pembebanan biaya pendaftaran dan penanganan perkara, jangka waktu pemeriksaan dan transparansi dalam pemeriksaan permohonan.
Oleh karena itu diperlukan upaya untuk memperbaiki mekanisme review perda. Perbaikan mekanisme review tersebut merupakan syarat bagi peningkatan kualitas pelaksanaan desentralisasi di Indonesia. Peningkatan kualitas perda yang dibentuk oleh tiap-tiap daerah dapat berdampak positif bagi kemajuan daerah tersebut. Upaya perbaikan mekanisme review perda meliputi: revisi peraturan mengenai pengawasan perda di wilayah eksekutif, mensinergikan kegiatan atau program pada unit-unit kerja yang terdapat di kementerian yang memiliki kewenangan terkait perda, dan membenahi struktur organisasi di tingkat daerah (propinsi) untuk menjalankan perannya dalam mengawasi perda. Sementera itu terkait dengan judicial review, upaya perbaikan dilakukan dengan merevisi peraturan MA yang mengatur mengenai pelaksanaan uji materiil untuk memudahkan masyarakat dalam mengajukan permohonan judicial review. Selain itu, kewenangan judicial review perda ini juga perlu diatur dalam UU Pemerintahan Daerah.