66 siswa dan mahasiswa disabilitas netra terancam drop out dan dipaksa keluar dari asrama Wyata Guna Bandung melalui perlakuan kurang baik. Mereka merupakan anak asuh Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensori Netra (BRSPDSN) Kementerian Sosial RI. Petugas sosial mendatangi orang tua wali ke rumah-rumah yang tersebar di berbagai kota di Jawa Barat agar segera menjemput anaknya dari asrama.
Kejadian tersebut merupakan dampak dari dilakukannya pengakhiran layanan atau terminasi. Kebijakan itu merupakan bagian dari prosedur pelaksanaan kesejahteraan sosial, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Adapun keseluruhan tahapannya adalah sebagai berikut a) pendekatan awal; b) pengungkapan dan pemahaman masalah; c) penyusunan rencana pemecahan masalah; d) pemecahan masalah; e) resosialisasi; f) terminasi; dan g) bimbingan lanjut. Namun begitu, prosedur tahapan tidak dilakukan sesuai langkah-langkahnya. Tiba-tiba siswa dan mahasiswa langsung mendapat tindakan terminasi atau pengakhiran layanan, bahkan yang sangat memprihatinkan sejak tanggal 21 Juli 2019 sebagian dari mereka tidak lagi mendapat jatah makan minum, tidak diurus, terlantar.
Permasalahan tersebut disuarakan dan disampaikan oleh koalisi masyarakat yang terdiri dari Forum Penyelamat Pendidikan Tunanetra bersama dengan Pokja Implementasi UU Penyandang Disabilitas kepada Presiden Republik Indonesia, melalui Kantor Staff Presiden (KSP) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI), pada Rabu, 14 Agustus 2019. Pengaduan diterima oleh staf Kepresidenan Bidang Sosial di Kantor Staf Presiden, Bapak Sunarman. Kemudian Koalisi mendatangi Komnas HAM yang diterima langsung oleh Ketua Komnas HAM RI, Ahmad Taufan Damanik.
Dalam kesempatan itu, Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Nabila ikut hadir dan mendukung gerakan advokasi yang ditempuh oleh Koalisi Masyarakat. Sikap PSHK dalam advokasi ini merupakan bagian dari sikap dari Pokja Implementasi UU Penyandang Disabilitas. PSHK berupaya untuk mendukung dari aspek analisa hukum dan strategi advokasi. Dukungan PSHK ini sebagai bentuk upaya mendorong negara menjamin penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas di Indonesia.
Dalam kesempatan itu pula Pokja Implementasi UU Penyandang Disabilitas menyampaikan rasa prihatin terhadap kejadian penggusuran Wiyata Guna di Bandung. Yayasan Wiyata Guna Bandung merupakan aset pendidikan bagi penyandang disabilitas yang sudah berjalan selama 117 Tahun lebih, sejak zaman penjajahan Belanda dan telah menjadi rujukan percontohan studi banding bagi Lembaga-Lembaga Internasional. Pokja sangat prihatin sekali dengan kebijakan pendirian balai disabilitas di Bandung, dengan mengorbankan Lembaga Pendidikan yang sudah ada untuk penyandang disabilitas netra. Kebijakan Kemensos dianggap tidak bijak, karena tidak seharusnya mengenyampingkan program yang sudah ada dan memiliki nilai manfaat bagi penyandang disabilitas. Masyarakat penyandang disabilitas netra merasa sakit hati terhadap pengusiran itu, dan menyayangkan tidak adanya kordinasi pengelolaan yang baik antara Dinas Provinsi Jawa Barat dan Kementerian Sosial.
Sunarman, Staf Khusus Presiden Bidang Sosial KSP, menyatakan akan melakukan pembahasan bersama pihak terkait dan menindaklanjuti pengaduan ini serta mencari solusi terbaik pemecahan masalahnya. Adapun Ketua Komnas HAM juga akan melakukan rapat internal untuk membahas permasalahan ini dan apabila dibutuhkan akan mengirimkan tim ke lokasi Wiyata Guna untuk menggali informasi secara langsung dari pihak Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dan Dinas Pendidikan sebagai pengelola Yayasan Wiyata Guna.