Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menyampaikan masukan terkait Prolegnas 2019-2024 dan Omnibus Law kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR pada Senin (4/11/2019) di Jakarta. Dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) tersebut, PSHK menjelaskan upaya untuk memformulasikan Omnibus Law dalam sistem perundang-undangan seharusnya berangkat dari permasalahan hiper regulasi yang terjadi di Indonesia.
Mengutip kajian Bappenas pada 2018, PSHK menyebutkan sektor regulasi merupakan hambatan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dalam kajian tersebut, ada dua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi; pertama, regulasi yang tumpah tindih, dan kedua, ego sektoral kementerian/lembaga. Alasan tersebut menjadi salah satu acuan bagi Pemerintah dan DPR untuk duduk bersama-sama mengatasi permasalahan tersebut dengan membentuk Omnibus Law. PSHK menegaskan bahwa produk hukum Omnibus Law tidak hanya diperuntukkan untuk sektor investasi, melainkan dapat dijadikan pendekatan dalam penataan terhadap regulasi yang banyak dan saling tumpang tindih.
Selain itu, PSHK mengingatkan agar DPR dan Pemerintah berhati-hati dengan penerapan konsep Omnibus Law. Omnibus Law memiliki karakteristik khusus yang dapat membahayakan demokrasi. Oleh karena itu, pembahasan Omnibus Law perlu dilakukan secara transparan dan partisipatif. DPR dan pemerintah harus membuka akses informasi dan melibatkan masyarakat secara luas. PSHK juga berharap agar DPR dapat menjadi penyeimbang yang efektif melalui peran check and balances terhadap pemerintah dalam menyusun Omnibus Law
Untuk merealisasikan gagasan Omnibus Law sebagai upaya pembenahan regulasi tumpang tindih di Indonesia, PSHK menekankan perlunya revisi kembali terhadap UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Undang-undang dipandang perlu segera direvisi karena menjadi pedoman dalam menata sistem regulasi Indonesia. Untuk itu, PSHK berharap Baleg memasukkan revisi UU No. 12 tahun 2011 sebagai salah satu RUU dalam Prolegnas 2019-2024.
Usai pemaparan, beberapa anggota Baleg menyampaikan pertanyaan dan tanggapan secara bergantian. Taufik Basari dari Fraksi Partai Nasdem menyatakan bahwa proses pembentukan Omnibus Law memiliki tantangannya sendiri sehingga diperlukan kajian dan pemetaan, dan belajar dari praktik-praktik yang sudah ada.
Ledia Hanifa dari Fraksi PKS menyinggung soal kapasitas Baleg yang seharusnya berfungsi sebagai badan yang mengharmonisasi dan menyinkronkan undang-undang. Pada akhir acara, Wakil Ketua Baleg Rieke Diah Pitaloka dari Fraksi PDI-P juga menyarankan agar Omnibus Law ditinjau berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang, ia juga menyarankan agar segera dibentuk Panitia Kerja (Panja) Omnibus Law.
Acara ditutup dengan penyerahan buku hasil penelitian PSHK yang berjudul “Kajian Reformasi Regulasi di Indonesia: Pokok Permasalahan dan Strategi Penanganannya” untuk dibagikan kepada pimpinan dan anggota Baleg. Buku tersebut merupakan kajian terhadap permasalahan mendasar dalam sistem perundang-undangan Indonesia. Buku tersebut menyoroti persoalan hiper regulasi dan efektivitas peraturan perundang-undangan.