Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) menggelar webinar seri keduadengan mengusung tema “Implementasi Pendekatan Analisis Biaya-Manfaat dan Risiko dalam Naskah RUU Omnibus Cipta Kerja” Kamis, 16 April 2020.
Diskusi daring ini menghadirkan dua orang pembicara,Mova Al Afghani dan Gumilang Aryo Sahadewo. Rangkaian webinar ini merupakan salah satu kegiatan dalam upaya advokasi PSHK untuk mendorong revisi menyeluruh atas UU No.12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Pada seri webinar pertama terkait Proyeksi Penerapan Metode Omnibus Law dalam Penyusunan Undang-Undang, banyak ditemukan berbagai macam kekeliruan yang dilakukan pemerintah mulai dari teknik penyusunan sampai substansi pengaturan RUU Cipta Kerja.
Mova yang merupakan Direktur Center for Regulatory, Policy, and Governance, menjelaskan pendekatan berbasis Risikoatau yang dikenal dengan istilah Risk Based Approach (RBA)yang digunakan dalam penyusunan RUU Omnibus Cipta Kerja. Terdapat dua lingkup pengaturan yang menggunakan analisa RBA yakni terkait pengkategorisasian perizinan/pendaftaran dan aspek pengawasan.
Mova menemukan tujuh permasalahan dalam implementasi penerapan RBA ini. Pertama, Format Omnibusdapat merancukan penilaian risiko. Kedua, belum dipertimbangkannya risiko volatile. Ketiga, belum dipertimbangkannya cumulative/systemic risk. Keempat,penentuan jenis risiko apriori dan top-down.
Kelima, naskah akademik (NA) belum membahas hambatan pelaksanaan regulasi berbasis risiko. Keenam, catatan kepatuhan seharusnya menjadi pertimbangan dalam aspek pengawasan dan kritik terakhir yakni terkait beban perizinan yang sebaiknya dibedakan dari dokumen izin.
Lebih lanjut Mova menyatakan, regulasi berbasis risiko merupakan langkah positif dalam upaya reformasi regulasi di Indonesia, namun demikian seharusnya dilakukan secara sektoral, “bottom-up” dan sebaiknya tidak menggunakan format Omnibus.
Adapun Gumilang yang merupakan pengajar FEB UGM Universitas Gadjah Mada). memaparkan hasil kajiannya terhadappenerapan CBA dalam RUU Omnibus Cipta Kerja. Gumilangmenyatakan analisis Biaya Manfaat tidak dapat berdiri sendiri dan memerlukan komplemen alat analisis lain seperti Regulatory Impact Assessment (RIA) dan evaluasi dampak kebijakan.
Dalam NARUU Cipta Kerja juga hanya mempertimbangkan risiko kesehatan, keamanan, lingkungan, moral, budaya, dan finansial. Namun, tidak mempertimbangkan risiko tata kelola, operasional, teknologi, hukum, properti, dan komersial dalam penilaian berbasis risiko.
Lebih lanjut dia mengungkapkan bahwa ditengah situasi Pandemik COVID-19 justru saat yang baik untuk mengkaji ulangNA dan RUU Cipta Kerja. Pembuatan peraturan ini harus direncanakan secara matang dan harus melibatkan partisipasi publik secara luas, sehingga proses pembentukannya tentuk tidak dapat dilakukan dalam waktu yang singkat.
Selayaknya, Fokus sumberdaya pemerintahan pada saat ini adalah bagaimana cara untuk pencegahan penyebaran COVID-19 dan penghentian pandemik. Kemudian setelah pandemik usai, fokus sumberdaya pemerintahan harus digunakan untuk pemulihan ekonomi.(Nab)
Download presentasi Narasumber: