Sistem perundang-undangan di Indonesia masih membutuhkan perbaikan secara menyeluruh melalui perubahan kedua UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Kelemahan sistem yang sudah terjadi lama ini menyebabkan pelaksanaan pembangunan menjadi terhambat. Selain itu, proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang tidak mengedepankan prinsip partisipatif dan transparansi juga berpotensi mengganggu keamanan nasional.
Hal tersebut disampaikan oleh Dr. Anang Puji Utama, pengajar pada Fakultas Keamanan Nasional Universitas Pertahanan sebagai narasumber dalam diskusi membahas Identifikasi Materi Perubahan UU 12/2011 yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, 13 Mei 2020. Lebih lanjut, Anang yang juga pernah menjabat Direktur Hukum di Kementerian Pertahanan menjelaskan bahwa untuk mendukung proses legislasi yang kondusif terhadap keamanan nasional maka pembentuk undang-undang perlu meningkatkan ketaatan terhadap asas-asas proses pembentukan dan materi muatan undang-undang.
Asas-asas tersebut harus menjadi prinsip utama dalam menyusun materi dan membahas suatu peraturan perundang-undangan. Anang yang juga penulis buku Eksistensi Peraturan Presiden dalam Sistem Perundang-undangan di Indonesia juga menekankan perlunya peninjauan ulang terhadap hierarki peraturan perundang-undangan terutama terkait kedudukan Peraturan Presiden. Anang mengusulkan agar peraturan presiden diatur sejajar dengan peraturan pemerintah. Selain itu, diperlukan pengaturan ketat mengenai materi muatan antara peraturan pemerintah dan peraturan presiden. Agar tidak terjadi tumpang tindih yang membingungkan secara praktik.
Narasumber kedua dalam diskusi tersebut, Ikana Yossye Ardianingsih dari Kementerian Perindustrian menekankan perlunya perbaikan prosedur harmonisasi dalam revisi kedua UU No. 12/2011. Ikana menyebutkan bahwa harmonisasi merupakan tahapan penting dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Adanya peraturan yang tumpang tindih ditambah dengan ego sektoral mengindikasikan adanya persoalan dalam pelaksanaan harmonisasi.
Ikana juga menjelaskan sejumlah langkah yang telah dilakukan oleh Kementerian Perindustrian dalam melakukan penataan peraturan perundang-undangan. Salah satunya penerapan regulatory impact assessment dalam melakukan evaluasi peraturan perundang-undangan di lingkungan Kementerian Perindustrian.