Mulai membentuk sistem monitoring dan evaluasi dalam mengidentifikasi regulasi bermasalah, memperbaiki proses harmonisasi, hingga mengintegrasikan fungsi tata kelola peraturan perundang-undangan.
Beberapa hari lalu beredar rekaman video Presiden Joko Widodo yang menegur keras kinerja kabinetnya, khususnya dalam menghadapi krisis penanganan pandemi Covid-19. Sebagai orang nomor satu di pemerintahan, Jokowi nampak kecewa dengan kinerja jajarannya. Ujungnya, Presiden mengancam merombak kabinet dan pembubaran lembaga menjadi opsi yang bakal ditempuh.
Peneliti Senior Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) M. Nur Sholikin menilai kekecewaan Presiden Jokowi setidaknya menegaskan tiga hal. Pertama, Presiden Jokowi menyadari adanya hambatan regulasi dalam penanganan pandemi Covid-19. Kedua, hambatan regulasi itu menyebabkan para menteri lamban mengatasi pandemi Covid-19. Ketiga, tak berjalannya tata kelola regulasi terkait monitoring kebutuhan regulasi saat menghadapi krisis.
Sholikin mengatakan keluhan lambannya respon mengatasi persoalan akibat ketiadaan ataupun tumpang tindihnya regulasi bukan kali pertama. Dalam berbagai forum, mantan Gubernur DKI Jakarta itu sering mengeluhkan hal yang sama sejak awal periode pemerintahannya. “Kemarahan beberapa waktu lalu menegaskan kembali adanya ‘kegentingan yang memaksa’ untuk segera memperbaiki secara menyeluruh manajemen tata kelola peraturan perundang-undangan,” ujar Sholikin saat berbincang kepada Hukumonline, Kamis (2/7/2020).
Guna mengatasi persoalan tata kelola peraturan perundang-undangan, menurut Sholikin terdapat empat langkah prioritas yang perlu segera dilakukan Presiden Jokowi. Pertama, membentuk sistem monitoring dan evaluasi dalam mengidentifikasi regulasi bermasalah. Dia mengingatkan fungsi monitoring dan evaluasi telah diatur UU No. 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
“Tapi, aturan teknis di pemerintah belum ada karena UU 15/2019 belum lama disahkan menjadi UU. Pemerintah semestinya segera membuat aturan turunan bagi pelaksana UU 15/2019,” kata Sholikin.
Kedua, merumuskan alur kerja dalam struktur kabinet agar bisa direspon cepat dalam penyelesaian setiap kendala regulasi. Dia menilai tak jarang pembiaran kendala regulasi bermasalah diakibatkan persoalan ego sektoral antar kementerian.
Ketiga, memperbaiki proses harmonisasi regulasi di internal kementerian agar tahapan harmonisasi berjalan dengan cepat. “Upaya perbaikan proses harmonisasi menjadi amat penting dilakukan karena masih banyak regulasi yang tumpang tindih.”
Keempat, mengintegrasikan fungsi tata kelola peraturan perundang-undangan di tingkat pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Terutama bagi instansi Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri, Sekretariat Negara, dan Sekretariat Kabinet.
Dalam kesempatan ini, Sholikin mengingatkan integrasi fungsi itu sejatinya dilakukan melalui pembentukan badan khusus regulasi sesuai dengan komitmen Presiden Jokowi yang diutarakan dalam debat calon presiden. Badan ini diharapkan dapat menjadi pemegang kendali tata kelola peraturan perundangann-undangan yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. “Langkah nyata Presiden Joko Widodo untuk memperbaki tata kelola peraturan perundang-undangan secara mendasar dan menyeluruh perlu segera dilakukan,” sarannya.
Mantan Direktur Eksekutif PSHK periode 2015-2019 itu ini menambahkan birokrasi tata kelola regulasi yang tidak responsif menghambat program pemerintah terjadi dalam situasi normal. Apalagi, dalam menghadapi kondisi krisis yang membutuhkan respon yang sangat cepat dan akurat. “Tanpa pembenahan mendasar, maka rendahnya kualitas sistem peraturan perundang-undangan akan terus menjadi hambatan utama bagi pemerintah,” katanya.
Terpisah, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko secara khusus mengungkap latar belakang dan alasan Presiden Jokowi menegur keras jajaran kabinetnya dalam Sidang Kabinet Paripurna pada 18 Juni 2020 lalu. “Presiden memberi gambaran dan mengajak semua pembantu presiden, menteri, dan kepala lembaga untuk memahami sungguh-sungguh karena kita sedang mengalami situasi krisis,” kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (29/6/2020) seperti dikutip Antara.
Moeldoko mengatakan Presiden Jokowi ingin agar seluruh jajarannya memahami situasi yang extraordinary. Dengan begitu, diperlukan cara-cara yang juga extraordinary dalam penanganannya. Presiden, kata Moeldoko, menginginkan adanya strategi khusus atau terobosan dari para menterinya dalam menangani krisis.
Mantan Panglima TNI itu menambahkan dalam enam bulan terakhir Presiden Jokowi setidaknya tiga kali sudah menegur keras jajaran dan para menteri kabinetnya. “Setidaknya dengan segala intonasi dan persentase, ini yang ketiga Presiden (Jokowi) memberi kata-kata yang lebih keras, lebih kuat, ini lebih keras lagi sekarang,” katanya.
Artikel ini telah tayang di hukumonline.com dengan judul “Empat Langkah Perbaikan Tata Kelola Regulasi Saat Menghadapi Krisis”, Klik untuk baca: https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5efd85325c5dc/empat-langkah-perbaikan-tata-kelola-regulasi-saat-menghadapi-krisis?page=all
Penulis : Rofiq Hidayat