PERJALANAN sistem informasi rekapitulasi pemilihan umum (Sirekap) terus menjadi sorotan dan memicu kontroversi di tengah masyarakat. Dimulai dari keluhan terkait banyaknya data yang tidak sinkron, hingga dugaan manipulasi jumlah suara, Sirekap menghadapi berbagai tantangan yang mengguncang kepercayaan publik terhadap integritas pemilihan umum.
Sejatinya Sirekap diharapkan menjadi terobosan positif, membuka pintu partisipasi aktif pemilih dalam mengikuti proses penghitungan dan rekapitulasi suara pemilu secara transparan.
Namun, dalam beberapa waktu terakhir, muncul tuntutan dari beberapa pihak untuk menghentikan sementara Sirekap, yang secara signifikan menimbulkan pertanyaan besar di tengah masyarakat.
Mengapa ada desakan untuk menghentikan Sirekap? Apakah terdapat masalah serius yang merongrong integritas dan validitas hasil pemilihan umum?
Alasan penghentian tidak tepat
Keinginan untuk menghentikan Sirekap mencuat dengan beragam alasan, mulai dari ketidakpastian terkait keabsahan data hingga dugaan campur tangan yang merugikan dalam proses penghitungan suara.
Terdapat kekhawatiran bahwa hal tersebut dapat membahayakan legitimasi hasil pemilihan umum dan menggerus kepercayaan publik terhadap demokrasi.
Namun demikian, penghentian sementara Sirekap tidak tepat dan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap proses penghitungan dan rekapitulasi suara dalam pemilihan umum.
Langkah tersebut justru dapat membuat proses tersebut semakin tertutup dan minim transparansi.
Selain itu, penghentian sementara Sirekap juga berpotensi memberikan ruang bagi kecurangan yang berkaitan dengan suara pemilu.
Pemantauan yang seharusnya dapat dilakukan oleh masyarakat menjadi terbatas, mengakibatkan ketidakjelasan dan meningkatnya spekulasi terkait integritas hasil pemilu.
Selain itu, penghentian sementara Sirekap juga berpotensi menghambat akses pemilih terhadap form penghitungan suara, yang sebenarnya merupakan instrumen penting dalam proses pemilihan umum.
Ini dapat mengurangi partisipasi aktif pemilih dalam memastikan validitas dan keabsahan hasil suara.
Persoalan yang muncul dalam Sirekap sebagian besar disebabkan kesalahan pembacaan sistem terhadap formulir penghitungan suara.
Kesalahan ini mengakibatkan ketidaksesuaian jumlah suara dengan angka yang tertera pada formulir penghitungan suara.
Meskipun hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap akurasi dan integritas hasil pemilihan umum, seharusnya tidak perlu sampai menghentikan sementara seluruh proses Sirekap.
Lebih tepatnya, penanganan yang lebih esensial adalah memberikan penjelasan mendalam dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait permasalahan tersebut.
KPU dan Bawaslu memiliki peran yang sangat relevan dalam menanggapi dan mengatasi kendala yang terjadi dalam Sirekap.
Mereka perlu memberikan penjelasan transparan dan memadai terkait kesalahan pembacaan formulir penghitungan suara, serta menyampaikan langkah-langkah yang akan diambil untuk memperbaiki dan memastikan keakuratan proses penghitungan suara.
Keterbukaan dan tanggung jawab dari kedua lembaga ini dapat membangun kepercayaan masyarakat terhadap hasil pemilihan umum, sehingga tetap menjaga integritas dan legitimasi demokrasi.
Pentingnya penjelasan dari KPU dan Bawaslu juga dapat dilihat sebagai langkah preventif untuk mencegah terjadinya spekulasi dan keraguan yang lebih besar di kalangan masyarakat.
Dengan memberikan informasi yang jelas dan transparan, KPU dan Bawaslu dapat memastikan bahwa proses penghitungan dan rekapitulasi suara tetap terbuka dan dapat dipercaya, sehingga kepercayaan publik terhadap integritas pemilihan umum dapat dipertahankan.
Penulis: Muhammad Nur Ramadhan
Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2024/02/19/13215131/jangan-hentikan-sirekap?page=all#page2
Tanggal: 19 Februari 2024