Perkara pengujian undang-undang a quo mempersoalkan keberlakuan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Perubahan Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang Berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan Negara (UU Peraturan Hukum Pidana), Pasal 310 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana lama (KUHP lama), dan Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasal-pasal yang diujikan merupakan pasal-pasal yang dituduhkan untuk mengkriminalisasi aktivitas pegiat hak asasi manusia Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
Sebelumnya, Haris dan Fatia menjalani persidangan pidana di Pengadilan Negeri Jakarta Timur akibat laporan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Haris dan Fatia dikriminalisasi dengan Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (3) UU ITE jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, kedua primair Pasal 14 ayat (1) UU No. 1/1946 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, kedua subsidair Pasal 15 UU No. 1/1946 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, serta ketiga Pasal 310 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atas pembahasan hasil riset “Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua” di kanal YouTube dengan judul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Eko-nomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada!!”.
Substansi diskusi yang dilakukan oleh Haris dan Fatia dianggap berita bohong, pencemaran nama baik, dan membuat keonaran di masyarakat. Padahal, substansinya mengkritisi adanya konflik kepentingan pejabat negara dalam penempatan militer dan eksploitasi sumber daya alam di Papua. Pasal-pasal a quo kerap digunakan untuk membatasi ruang sipil dengan melakukan kriminalisasi terhadap aktivis dan masyarakat sipil yang secara aktif mengkritisi kebijakan publik dan pejabat publik. Oleh karena itu, dalam petitum, Para Pemohon memin-ta agar pasal-pasal tersebut dibatalkan dan dianggap berten-tangan dengan UUD 1945.