Siaran Pers Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK)
Jakarta, 26 Juli 2022 – KNKS 2023 merupakan konferensi yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia dan Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera (STH Indonesia Jentera), dan ini merupakan konferensi berskala nasional pertama yang diselenggarakan oleh PSHK.
Gagasan untuk menyelenggarakan konferensi bertema kebebasan sipil tak muncul baru-baru ini. Sedikit mundur ke belakang, akhir tahun lalu, PSHK baru saja meluncurkan laporan studi tentang kerangka hukum ruang gerak masyarakat sipil atau civic space. Studi tersebut berusaha mengidentifikasi dan memetakan berbagai perangkat regulasi yang berpotensi mempersempit dan mengekang ruang gerak masyarakat sipil di Indonesia, atau sebaliknya.
Konferensi Nasional Kebebasan Sipil ini ditujukan untuk mempertemukan gagasan dari para aktor masyarakat sipil dengan pengambil kebijakan dalam merespons situasi penyempitan ruang gerak masyarakat sipil dan ancaman terhadap kebebasan sipil. Tema besar yang dipilih pada konferensi ini, “25 Tahun Merawat Kebebasan”, menjadi harapan bahwa ketika membincangkan kebebasan sipil, meskipun dihadapkan pada beragam gejala kemunduran demokrasi, optimisme tetap harus hadir bahwa tren penyempitan ruang gerak masyarakat sipil suatu hari nanti akan tergantikan oleh upaya peluasan ruang gerak tersebut.
KNKS 2023 ini dibuka dengan pidato kunci oleh Dr. Herlambang P. Wiratraman yang menyampaikan pidato akademik mengenai “Kebebasan Sipil dan Politik Hukum di Era Pemanipulasian”, dalam pidato kuncinya, Dr. Herlambang menegaskan bahwa akar masalah kebebasan sipil di Indonesia terhubung kuat dengan sejauh mana pengaruh sistem politik kartel, yang memberi jalan bagi politik oligarki yang melekat. Di titik ini, sistematik menghilangkan keadaban politik, nir visi etis, dan sekaligus tak canggung menggadaikan integritas.
Konferensi dilanjutkan dengan diskusi publik dengan pembicara Atnike Evi Sigiro (Ketua Komnas HAM) yang menyampaikan mengenai catatan Komnas HAM terhadap kebebasan sipil di Indonesia Pasca Reformasi 25 tahun reformasi, Haris Azhar (Pendiri Lokataru Foundation) yang menyampaikan terkait dinamika hak berekspresi, berpendapat, berserikat, dan berkumpul pasca 25 tahun reformasi, Asfinawati (Pengajar STH Indonesia Jentera) yang menyampaikan mengenai dinamika pelindungan terhadap pembela HAM pasca 25 tahun reformasi, dan pembicara terkahir Fajri Nursyamsi (Deputi Direktur Eksekutif PSHK) yang memeparkan mengenai dinamika partisipasi publik pasca 25 tahun reformasi. Diskusi publik tersebut dimoderatori oleh Evi Mariani (Pendiri dan Pemimpin Umum Project Multatuli).
Perjalanan menuju konferensi hari ini diawali dengan pengumpulan judul dan abstrak dari para calon peserta. Total 173 abstrak terkumpul, dengan rentang pengirim abstrak mulai dari pengajar psikologi di Aceh hingga akademisi hukum di Maluku, dari aktivis BEM universitas di Bali hingga mahasiswa pascasarjana di Korea Selatan dan Hungaria. Proses seleksi yang dilakukan berhasil menyaring 23 makalah terpilih untuk dipresentasikan dalam sesi diskusi paralel.
Konferensi ini merupakan yang pertama kali diselenggarakan oleh PSHK, namun harapannya konferensi ini bukan menjadi satu-satunya. Harapannya, konferensi ini menjadi pemicu bagi kampus, fakultas hukum, maupun lembaga-lembaga riset untuk menyelenggarakan forum serupa, untuk memperkaya diskursus serta gagasan terkait isu-isu demokrasi, khususnya kebebasan sipil.