Siaran Pers PSHK
Konferensi Nasional Kebebasan Sipil Tahun 2025: Memperluas Partisipasi, Melawan Represi
Jakarta, 12 November 2025 – Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) bersama Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera menyelenggarakan Konferensi Nasional Kebebasan Sipil (KNKS) Tahun 2025 dengan tema “Memperluas Partisipasi, Melawan Represi” pada Selasa, 11 November 2025 di Jakarta. Konferensi berskala nasional ini merupakan yang kedua kalinya sejak diadakan pertama kali pada 2023.
Dalam sambutannya, Direktur Eksekutif PSHK Rizky Argama menyatakan bahwa konferensi ini diadakan dengan kesadaran bahwa ancaman terhadap kebebasan sipil tidak pernah hilang, melainkan hanya berganti wajah. “Represi hari ini sering tidak lagi keras dan terang-terangan, melainkan halus dan sistematis,” ujarnya. Ia juga mengungkapkan bahwa salah seorang peserta konferensi, yaitu Delpedro Marhaen, terpilih menjadi salah satu pemapar makalah tetapi berhalangan hadir karena masih berstatus sebagai tahanan politik.
Konferensi menghadirkan Robertus Robet, Guru Besar Ilmu Filsafat Sosial Universitas Negeri Jakarta, sebagai pemapar kunci. Dalam pidatonya, Robet membahas epistemologi kebebasan sipil, partisipasi, dan represi. Ia menekankan bahwa kebebasan sipil berfungsi bukan hanya melindungi, tetapi memberdayakan warga. “Ia dijaga bukan hanya oleh hukum, tetapi oleh warga yang sadar akan kebebasan dan tanggung jawabnya,” ungkap Robet.
Sementara itu, dalam sesi diskusi panel, Manajer Program PSHK, Violla Reininda, memberikan gambaran besar mengenai situasi legalisme otokratik dalam pembentukan undang-undang di Indonesia. Ia menyorot sejumlah produk legislasi yang melegitimasi penyempitan ruang gerak masyarakat sipil, seperti UU Ormas, UU ITE, KUHP, dan UU TNI. Selain itu, ada pula yang masih berpotensi menyempitkan ruang sipil tersebut, seperti rancangan revisi KUHAP, RUU Pemilu, RUU Kepolisian, dan RUU Ketahanan dan Keamanan Siber.
Situasi penyempitan ruang sipil juga terjadi di ruang digital, sebagaimana disampaikan Balqis Zakiyyah, Analis Hukum dan Kebijakan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet). Menurutnya, terdapat 122 kasus pelanggaran hak digital kebebasan berekspresi di Indonesia sepanjang Januari hingga September 2025. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Dimas Bagus Arya menambahkan bahwa dari sisi aktor, kepolisian menjadi salah satu aktor dalam penegakan hukum yang mempengaruhi situasi kebebasan sipil di Indonesia. Dimas menjelaskan bahwa Kepolisian Republik Indonesia atau Polri belum sepenuhnya menerapkan konsep ideal democratic policing, seperti penghargaan terhadap prinsip-prinsip HAM dan demokrasi, bersih dari kepentingan politik, demiliterisasi, dan adanya lembaga pengawas kepolisian yang kuat dan independen.
Konferensi diikuti pula oleh para penulis makalah dari berbagai wilayah di Indonesia. Total 31 makalah terpilih untuk dipresentasikan dalam diskusi kelompok paralel yang mencakup tiga tema, yakni reformasi kepolisian, penguatan hak digital, dan partisipasi publik dan orang muda sebagai penyeimbang pemerintahan. Kegiatan konferensi ditutup dengan pembacaan rangkuman diskusi dari setiap kelompok serta rekomendasi terkait ketiga subtema tersebut..
Rekomendasi yang ditujukan untuk memperkuat demokrasi, menjamin pelindungan kebebasan sipil, dan mendorong partisipasi masyarakat tersebut mencakup hal-hal berikut.
- Reformasi Kepolisian
Diperlukan transformasi menyeluruh terhadap sumber daya manusia, tata kelola, dan kelembagaan Polri. Langkah strategis meliputi peningkatan pendidikan dan kapasitas berbasis HAM, penguatan sistem pengawasan internal dan eksternal yang independen, serta penataan ulang kewenangan Polri agar sejalan dengan prinsip demokrasi dan akuntabilitas publik. - Penguatan Hak Digital
Negara perlu memastikan pelindungan hak digital dengan menegakkan prinsip digital human rights. Perlu percepatan regulasi turunan UU Pelindungan Data Pribadi dan mekanisme pertanggungjawaban korporasi teknologi. Selain itu, masyarakat sipil harus memperluas jangkauan advokasi digital untuk membangun ekosistem daring yang inklusif dan aman bagi kebebasan berekspresi. - Partisipasi Masyarakat Sipil dan Orang Muda Sebagai Penyeimbang Pemerintahan
DPR, pemerintah, dan partai politik wajib membuka ruang partisipasi publik yang deliberatif dan setara. Pendidikan politik kritis perlu diperkuat untuk mendorong warga, terutama orang muda, terlibat aktif dalam demokrasi. Ruang aman bagi advokasi, ekspresi budaya, dan perlawanan non-kekerasan harus dijamin, termasuk di tingkat lokal melalui dukungan pada inisiatif masyarakat dan aktivisme akademik.
PSHK dan STH Indonesia Jentera sebagai penyelenggara berharap KNKS 2025 dapat memberikan kontribusi pemikiran kritis terkait fenomena kebebasan sipil di Indonesia, serta menjadi sarana saling mengenal dan medium kolaborasi antara pegiat organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan pengambil kebijakan.
Rekaman sesi Seminar Publik KNKS 2025 dapat disimak melalui tautan berikut:
https://www.youtube.com/live/xL1M31DOYcQ?si=ATSUkmhqwc4W1d-H
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK)
IG: @pshkindonesia
Email: pshukum@pshk.or.id

