Pemerintah saat ini telah mendukung gagasan Kota HAM melalui komitmen politik sebagaimana telah secara tegas disampaikan Presiden Jokowi dalam pidatonya memperingati Hari HAM Sedunia bulan Desember 2015, yang secara khusus mengapresiasi dan mendorong perbanyakan inisiatif Kabupaten/Kota HAM seperti yang dilakukan oleh Kota Solo, Wonosobo, Palu dan Jayapura.
Langkah tersebut merupakan terobosan positif dari Pemerintah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat sipil dalam mendorong perlindungan dan pemenuhan HAM. Meski begitu, kelompok masyarakat sipil juga harus berbenah dan meningkatkan diri agar mampu mengimbangi Pemerintah dan sektor swasta. Terlebih, dengan disahkannya UU Ormas yang memuat penafsiran yang salah dan seolah-seolah memaksakan definisi bahwa Organisasi Masyarakat Sipil (OMS)sama dengan Ormas.
“Daripada memaksakan menggunakan UU Ormas yang pendekatannya sudah salah, lebih baik segera selesaikan RUU Perkumpulan agar tercipta situasi yang sehat bagi organisasi masyarakat sipil” ujar Eryanto Nugroho saat menjadi narasumber dalam sesi “Pelembagaan dan Partisipasi Masyarakat Sipil dalam Pembangunan serta Perlindungan dan Pemenuhan HAM” di Konferensi Nasional Tahunan Human Rights Cities yang diselenggarakan oleh INFID, Komnas HAM dan Kantor Staf Presiden (KSP), Jumat (7/12).
Turut hadir dua narasumber lain dalam sesi diskusi tersebut Mulyadi Prayitno Direktur Pelaksana YKPM Makassar, Jane Aileen Tedjaseputra Staf Advokasi Internasional YLBHI dan Wahyu Susilo Direktur Migrant Care sebagai moderator.
Dalam paparannya, Eryanto Nugroho juga menyampaikan bahwa saat ini terbuka peluang partisipasi yang lebih besar bagi masyarakat melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 45 tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang salah satu isinya adalah partisipasi masyarakat dalam tahapan-tahapan pembangunan seperti perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. Namun, tetap masih terdapat kritik pada PP ini, terutama soal pengelompokkan Organisasi Masyarakat Sipil sebagai Ormas dan perumusan pasal-pasalnya yang kurang menekankan kewajiban penyediaan mekanisme partisipasi masyarakat.
Selain itu, untuk meningkatkan keberlanjutan organisasi masyarakat sipil, Eryanto Nugroho menuturkan tiga langkah pembenahan yang harus dilakukan, yaitu (1) pembenahan strategi dan pendekatan relasi sektor pemerintah, swasta dan masyarakat sipil; (2) pembenahan kerangka hukum bagi organisasi masyarakat sipil; dan (3) pembenahan dan penguatan organisasi masyarakat sipil agar meningkatkan kemampuan pengelolaan organisasi, khususnya tentang keberlanjutan keuangan organisasi. Eryanto Nugroho juga menekankan pentingnya kemampuan dan kemauan dari Organisasi Masyarakat Sipil untuk berubah dan beradaptasi dengan perubahan sosial, politik, ekonomi, budaya dan teknologi saat ini.