Indonesia rencananya akan segera bergabung sebagai anggota Financial Action Task Force (FATF) , sebuah badan antar pemerintah yang bekerja menetapkan standar dan mempromosikan mengenai peraturan dan tindakan operasional terkait sistem keuangan untuk memberantas pencucian uang, terorisme dan proliferasi, agar semakin aktif memerangi tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Saat ini, pemerintah sedang berupaya memperbaiki tingkat kepatuhan secara signifikan terhadap 40 Rekomendasi FATF. Upaya Pemerintah untuk memenuhi kepatuhan terhadap rekomendasi FATF perlu didukung. Keanggotaan FATF memiliki arti strategis bagi Indonesia yang merupakan kekuatan ekonomi besar dunia yang juga anggota G-20. Dengan menjadi anggota FATF Indonesia semakin berpartisipasi aktif dalam proses pembuatan kebijakan strategis yang menentukan sistem keuangan internasional.
Untuk mendukung upaya ini, masyarakat Indonesia perlu memahami berbagai rekomendasi FATF yang akan dipenuhi oleh Indonesia. Khusus bagi organisasi nirlaba (Non Profit Organization) di Indonesia, perlu memahami Rekomendasi Nomor 8 FATF.
“Ada dua sisi koin dari pemenuhan kepatuhan terhadap Rekomendasi 8 FATF ini. Di satu sisi. kita semua tentu berharap agar Pemerintah berhasil menjalankan implementasi yang efektif dari Rekomendasi 8 FATF ini. Namun demikian di sisi lain, kita bersama-sama Pemerintah juga perlu memastikan bahwa ruang kebebasan masyarakat sipil tetap terjaga dan tidak terciderai. Oleh karena itu, penting sekali keterlibatan masyarakat agar implementasi yang dijalankan Pemerintah tetap fokus, proporsional, efektif, dan menggunakan pendekatan berbasis risiko (Risk Based Approach)” ujar Eryanto Nugroho, Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), dalam Soft Launching Koalisi Masyarakat Sipil untuk FATF di Warung Daun Cikini, Rabu (13/12). Hadir pula dua narasumber lain, yaitu Fransisca Fitri dari YAPPIKA dan Badrus Sholeh dari Pusat Studi Timur Tengah dan Perdamaian Global.
Di akhir paparannya, Eryanto menilai diperlukan jaringan organisasi nirlaba untuk memerhatikan dan mengawal persoalan Rekomendasi 8 FATF, perlu ada peningkatan pemahaman tentang sektor nirlaba, perlu ada peningkatan partisipasi publik, dialog dengan berbagai pihak, penataan kerangka hukum, perbaikan pengelolaan data dan informasi.
Paparan Eryanto didasarkan pada draft Policy Paper yang disusun bersama dua Peneliti PSHK; Gita Putri Damayana dan Muhammad Reza Winata. Policy Paper ini disiapkan oleh PSHK dalam kerjasama dengan Human Security Collective, Greenacre Group, dan Portal Indonesia NGO (PINGO).