Regulasi atau peraturan perundang-undangan yang terlalu banyak (“overregulasi”) telah menghambat perkembangan bisnis dan investasi di Indonesia. Hal itu diungkapkan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Bambang P.S. Brodjonegoro dalam acara media briefing bertema reformasi regulasi di Jakarta, Rabu (6/2) lalu.
Bambang mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi, terutama dalam hal kemudahan berusaha sering terkendala akibat regulasi yang terlalu banyak. Akibatnya, investasi terhambat karena investor kesulitan memperoleh kepastian hukum. Ia menambahkan, setiap birokrasi memiliki kewenangan untuk membentuk regulasi tetapi mekanisme pengawasan atas proses pembentukan regulasi itu terbilang minim. Menurutnya, agar regulasi yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan, pembentukan regulasi perlu dikontrol secara komprehensif dan terukur sehingga regulasi yang dibentuk tidak menimbulkan masalah baru.
Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Chandra M. Hamzah, yang juga hadir sebagai pembicara, mengungkapkan bahwa saat ini banyak regulasi yang tidak terkontrol. Banyak ditemukan regulasi yang sebenarnya sudah tidak relevan dengan situasi sekarang, tetapi masih berlaku karena tidak pernah dicabut. Ia mencontohkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1948 tentang Pembatasan Transaksi Tunai yang sampai saat ini masih berlaku. Menurutnya, jika penegak hukum menggunakan undang-undang itu, maka semua orang akan dipenjara karena salah satu ketentuannya menyatakan bahwa transaksi di atas Rp 25.000 harus dilakukan melalui jasa perbankan.
Media briefing yang dilaksanakan untuk mempublikasikan hasil background study tentang reformasi regulasi tersebut dihadiri pula oleh Staf Ahli Bidang Hubungan Kelembagaan Diani Sadia Wati dan Direktur Eksekutif PSHK M. Nur Sholikin sebagai perwakilan tim penyusun background study. (AP)