Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mengelola diskusi panel bertema “Encouraging Reform of Indonesia’s Regulatory System” di Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta, Kamis (12/12/2019) lalu. Panel itu merupakan 1 di antara 13 panel dengan beragam tema seputar hukum yang diselenggarakan dalam rangkaian acara Indonesia-Netherlands Security and Rule of Law Update 2019.
Dalam diskusi panel tersebut, Direktur Pengembangan Organisasi dan Sumber Daya Penelitian PSHK, Rizky Argama, menyoroti sejumlah persoalan pokok dalam pengelolaan regulasi di Indonesia. Salah satu persoalan yang diangkat ialah terkait belum terintegrasinya mekanisme monitoring dan evaluasi dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. UU No. 15 Tahun 2019 yang merevisi UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan telah memasukkan tahap pemantauan dan evaluasi terhadap undang-undang dan peraturan daerah. Namun, mekanisme itu seolah didesain terpisah dari seluruh tahapan proses legislasi. Padahal, menurut Gama, mekanisme pemantauan/monitoring dan evaluasi peraturan merupakan bagian yang terpisahkan dari siklus legislasi.
Lebih lanjut, Gama juga menambahkan beberapa permasalahan regulasi lainnya yang berhasil diidentifikasi oleh studi PSHK tersebut, mencakup perencanaan legislasi yang tidak harmonis dengan perencanaan pembangunan, isi peraturan yang tidak sejalan dengan ketentuan tentang materi muatan, hiper-regulasi dan pengaturan yang tumpang tindih, hingga kewenangan kelembagaan yang tumpang tindih dalam pengelolaan regulasi.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Hubungan Kelembagaan, Diani Sadiawati, menguraikan tahap-tahap pembentukan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang terdiri dari proses teknokratik, proses politik, proses pelibatan pemangku kepentingan, hingga proses pengesahan. Diani juga menyampaikan upaya reformasi regulasi yang telah direncanakan pemerintah melalui RPJMN. Salah satu upaya yang terkait sektor kemudahan berusaha ialah penerapan omnibus law dalam rencana pembentukan undang-undang terkait penciptaan lapangan kerja dan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah.
Dalam diskusi yang dipandu oleh Direktur Eksekutif PSHK Gita Putri Damayana tersebut, hadir pula praktisi hukum sekaligus pendiri firma hukum Assegaf Hamzah and Partners, Ahmad Fikri Assegaf. Mewakili sektor privat, Fikri menyampaikan kegelisahan di kalangan pelaku usaha yang masih melihat regulasi sebagai faktor penghambat dalam menjalankan bisnis di Indonesia. Mulai dari peraturan yang tumpang tindih hingga birokrasi yang bermasalah dianggap sebagai faktor-faktor penyebab terjadinya ketidakpastian hukum di Indonesia, utamanya dalam kaitan dengan aktivitas ekonomi. Fikri juga mengonfirmasi temuan PSHK mengenai tumpang tindih regulasi. Salah satu contoh yang ia angkat adalah ketentuan mengenai tanda daftar perusahaan dalam peraturan tentang perdagangan elektronik yang bertentangan dengan peraturan mengenai sistem perizinan online single submission. (FNI/RA)