Direktur Eksekutif PSHK Rizky Argama menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dalam rangka penyusunan Prolegnas Jangka Menengah 2025-2029 dan Prolegnas Prioritas 2025 bersama Panitia Perancang Undang-Undang Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (PPUU DPD RI) pada Rabu (16/10/2024) di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta.
Dalam kesempatan tersebut, Gama–begitu ia biasa disapa–menyampaikan problem tata kelola regulasi di Indonesia seperti hiper-regulasi, perencanaan pembangunan tidak sinkron dengan perencanaan legislasi, materi muatan sering tidak sesuai dengan bentuk peraturan, tidak ada monitoring dan evaluasi yang terlembaga, dan tidak ada otoritas tunggal yang berwenang dalam pengelolaan legislasi.
Terkait dengan materi muatan peraturan yang sering tidak sesuai dengan bentuk peraturan, Gama menilai hal tersebut terjadi karena tidak adanya lembaga khusus yang mengawasi ketaatan dan kesesuaian materi muatan. Hal tersebut juga berdampak pada mekanisme monitoring dan evaluasi yang belum terlembaga dan belum menjadi siklus pembentukan peraturan perundang-undangan. “Untuk itu, PSHK berharap DPD dapat mendorong revisi Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP) yang menyeluruh sebagai upaya membenahi sistem dan tata kelola legislasi,” ungkap Gama.
Gama juga menyampaikan pentingnya mengembalikan instrumen Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebagai arah politik legislasi dalam jangka menengah dan jangka pendek. Selama empat periode terakhir, target Prolegnas tidak pernah tercapai. Setiap tahunnya, capaian legislasi hanya berkisar 7-14% dari prioritas tahunan. ”Prolegnas merupakan dokumen penting arah legislasi, tapi kini dikerdilkan jadi semacam wish list presiden dan DPR dalam jangka pendek dan menengah,” tegas Gama.
Ke depan, DPD juga perlu mengoptimalkan peran dan kewenangan legislasinya, di antaranya dengan berfokus pada kualitas proses dan substansi produk legislasi, tidak hanya pada capaian kuantitas legislasi tetapi juga memastikan terpenuhinya prinsip due process of lawmaking. DPD juga harus menjadi pelopor ketepatan waktu dalam perencanaan (pengusulan dan penyusunan Prolegnas), sekaligus mendorong pembahasan RUU yang taat pada perencanaan untuk memperkecil peluang masuknya RUU dari jalur kumulatif terbuka dengan dalih “memenuhi kebutuhan hukum masyarakat”.
Gama menambahkan, DPD juga perlu menguatkan mekanisme internal dengan membentuk dan memperbarui peraturan DPD tentang pembentukan RUU yang memasukkan mekanisme partisipasi publik dan penyebarluasan dokumen legislasi, sebagai upaya mendorong proses legislasi yang transparan, partisipatif, dan akuntabel. Selain itu, DPD juga perlu membentuk dan memperbarui peraturan DPD tentang pemantauan dan peninjauan sesuai yang diamanatkan UU 15/2019 dan UU 13/2022 dan membentuk atau memperbarui peraturan DPD tentang mekanisme penyerapan aspirasi daerah tanpa harus membentuk alat kelengkapan baru.
Selain PSHK, dalam RDP tersebut, hadir pula Pj. Gubernur Maluku Utara Samsudin Abdul Kadir, Ketua DPRD Provinsi Banten Fahmi Hakim, dan peneliti Formappi Lucius Karus. Menurut Ketua PPUU DPD RI Abdul Kholik, selain untuk mendapat masukan terkait Prolegnas usul DPD, rapat itu juga bertujuan untuk mendengar aspirasi daerah secara langsung dari para perwakilan pemerintah daerah sekaligus mengharapkan kritik dan saran dari kalangan masyarakat sipil.
Menutup paparannya, Gama menyampaikan harapan agar DPD dapat terus menyuarakan kebutuhan dan kepentingan daerah dengan mendorong keterlibatan dalam pembahasan RUU yang terkait dengan pemerintahan daerah, keuangan daerah, pajak, sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup, serta hak masyarakat adat. Selain itu, mendorong inisiatif monitoring dan evaluasi atas UU yang memiliki dampak luas bagi masyarakat daerah, seperti UU Cipta Kerja, UU Pemda, UU Pilkada, UU Minerba, UU Kesehatan, dan UU Tapera.