Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menjadi salah satu narasumber dalam Diskusi Kelompok Terpumpun mengenai “Pemantauan dan Peninjauan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Cipta Kerja” yang diadakan Pusat Perancangan dan Kajian Kebijakan Hukum Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD) pada Rabu (28/4/2021) secara daring.
Dalam diskusi ini, PSHK diwakili oleh Direktur Eksekutif, Gita Putri Damayana dan Direktur Advokasi dan Jaringan, Fajri Nursayamsi yang secara bergantian memaparkan materi mengenai pemantauan dan peninjauan terhadap UU Cipta Kerja serta penerapan metode omnibus law.
Gita Putri Damayana mengatakan bahwa PSHK telah melakukan pemantauan terhadap UU Cipta Kerja sejak proses pembentukannya. Hal itu dapat dilihat dari tujuh seri kertas kebijakan yang disusun dan beberapa seri diskusi yang dilakukan oleh PSHK, seluruh materi tersebut dapat diakses di website dan YouTube milik PSHK.
Sementara itu, Fajri Nursyamsi memaparkan problematika UU Cipta kerja dalam upaya penyelarasan pembentukan UU dengan rencana pembangunan, pendelegasian peraturan dari UU Cipta Kerja dan peraturan pelaksnaanya yang sangat banyak, sampai masalah penggunaan metode omnibus law dalam teknik pembentukan perundang-undangan.
Narasumber lainnya, yakni Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, I Ktut Hadi Priatna dalam kesempatan tersebut memaparkan masalah urgensi Undang-Undang Cipta Kerja, teknik penyusunan peraturan pelaksana, dan update masalah penyusunan peraturan pelaksana yang dalam tataran teknis hingga saat ini masih berlangsung.
Dalam diskusi ini juga hadir pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Fitriani A. Sjarif yang menjelaskan berbagai persoalan di UU Cipta Kerja, mulai dari perosalan peraturan delegasi dari UU Cipta Kerja, masalah rujukan pasal peraturan pelaksana yang sulit dipahami, dan masalah teknik omnibus law yang digunakan.
Pada masalah rujukan pasal peraturan pelaksana, Fitri mencontohkan PP No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, di mana konsiderans berbunyi “Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 36 dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Kehutanan”, sementara Pasal 36 tersebut tertulis “Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan diubah sebagai berikut”. Padahal pendelegasian adanya di ketentuan Pasal 18 yang mengubah Pasal 36 UU Kehutanan sehingga berbunyi “Ketentuan lebih lanjut mengenai luas kawasan hutan yang harus dipertahankan ialah termasuk pada wilayah yang terdapat proyek strategis nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah”.
Penulis: AP