Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) meluncurkan catatan legislasi 2020-2024 dalam Seri Diskusi Forum Kajian Pembangunan (FKP) bertajuk “Peluasan Kekuasaan, Penyempitan Keterlibatan” di kampus Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Jakarta, Jumat (20/12) lalu.
Peneliti PSHK Bugivia Maharani mengawali paparan dengan temuan kuantitatif terkait capaian legislasi DPR sepanjang periode 2020-2024. Dari total 255 RUU yang terdaftar dalam Prolegnas lima tahun, hanya 43 RUU atau sekitar 30 persen yang disahkan menjadi undang-undang.
Proses pembentukan undang-undang dalam kurun periode kedua pemerintahan Joko Widodo tersebut cenderung bercorak executive heavy dengan tujuan melanggengkan dan meluaskan kekuasaan. Hal itu disampaikan oleh Violla Reininda, peneliti PSHK yang memaparkan temuan legislasi dari aspek autocratic legalism.
Menurut Violla, sejumlah undang-undang yang dihasilkan DPR dan presiden pada masa itu mencerminkan watak otokratik, seperti UU Cipta Kerja, UU Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Ibu Kota Negara, UU Mahkamah Konstitusi, UU Kementerian Negara, UU Desa, UU Aparatur Sipil Negara, hingga RUU Pilkada yang akhirnya tak berhasil dituntaskan DPR dan presiden karena adanya perlawanan masyarakat melalui aksi #PeringatanDarurat.
Lebih jauh, berbagai produk legislasi yang lahir sepanjang 2020-2024 dinilai juga menghambat ruang gerak masyarakat sipil (civic space). Peneliti PSHK Alviani Sabillah yang menjadi pemapar berikutnya menyampaikan bahwa proses legislasi pada periode tersebut memiliki pola abusive law-making, tidak partisipatif, tidak transparan, dan dibahas terburu-buru. Dari sisi substansi, sejumlah undang-undang memuat pasal-pasal yang membatasi kebebasan sipil, seperti UU ITE, KUHP, dan UU Minerba.
Pengajar hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari, yang menjadi penanggap dalam diskusi tersebut, menguatkan catatan PSHK dan menyampaikan gagasan agar masyarakat sipil diberikan hak untuk turut mengusulkan RUU. Menurutnya, hal ini adalah perwujudan kedaulatan rakyat yang diamanatkan konstitusi.
Selain Feri, hadir pula Koordinator Bidang Peningkatan Kualitas Regulasi, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Irfan, sebagai penanggap dari sisi pemerintah. Direktur Eksekutif PSHK Rizky Argama yang menjadi moderator dalam diskusi tersebut menyampaikan bahwa setiap tahun PSHK menyampaikan catatan atas kinerja para pembentuk undang-undang. Selain menilai kuantitas, PSHK menilai pula kualitas proses pembentukan dan substansi undang-undang yang dihasilkan.
Forum Kajian Pembangunan (FKP) merupakan sebuah konsorsium yang terdiri dari berbagai institusi di Indonesia yang bekerja sama dengan the Indonesia Project (Australian National University). Pada Desember 2024, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menjadi tuan rumah untuk acara FKP.
Simak rekaman diskusi publik “Catatan Legislasi 2020-2024: Peluasan Kekuasaan, Penyempitan Keterlibatan” di kanal YouTube PSHK Indonesia
: